Likuiditas adalah rajanya. Likuiditas ini berperan penting bagi suatu bank sehingga jumlah aset likuid yang cukup kita harus jaga
Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Royke Tumilaar mengingatkan perbankan Indonesia untuk tetap menjaga likuiditas guna menghindari kegagalan seperti yang dialami sejumlah perbankan global, di antaranya Sillicon Valley Bank dan Signature Bank.
“Likuiditas adalah rajanya. Likuiditas ini berperan penting bagi suatu bank sehingga jumlah aset likuid yang cukup kita harus jaga. Ini harus menjadi pelajaran untuk kita semua,” kata Royke dalam diskusi virtual LPPI yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Dalam situasi pasar yang rentan, lanjut Royke, hal pertama yang perlu diperhatikan oleh perbankan adalah kondisi likuiditas. Bank harus mampu mengelola likuiditas dari sisi strategi dan mitigasi risiko.
Royke menjelaskan, pengelolaan risiko likuiditas perlu memperhatikan liquidity backstop atau penyangga likuiditas yang kuat dan fleksibel sehingga dapat dieksekusi pada berbagai kondisi.
Kemudian, bank juga perlu menjalankan Liquidity Contingency Plan (LCP) atau rencana pendanaan darurat untuk penanganan kondisi krisis likuiditas yang dialami bank secara rutin. Adapun untuk mengantisipasi risiko pasar, bank perlu bersikap proaktif dalam mengelola aset dan liabilitas.
Selain antisipasi risiko, perbankan juga perlu menyiapkan langkah mitigasi risiko. Misalnya, perbankan dapat mengatur strategi funding atau penghimpunan dana dengan mendiversifikasi sumber pendanaan guna memitigasi risiko likuiditas.
Perbankan juga dapat menyusun strategi pricing atau kalkulasi harga, mengelola manajemen penjualan aset (asset sales management), serta manajemen penempatan aset (asset placement management).
Lalu, untuk memitigasi risiko pasar, Royke merekomendasikan perbankan untuk mengoptimalkan transaksi derivatif sebagai alat lindung nilai aset investasi. Fleksibilitas aset likuid juga bisa menjadi strategi mitigasi risiko untuk menghadapi risiko pasar.
Tak hanya mempersiapkan langkah antisipasi dan mitigasi, Royke mengimbau perbankan untuk melakukan evaluasi strategi.
Salah satunya adalah dengan melakukan stimulasi strategi atas berbagai skenario risiko pasar dan likuiditas yang mungkin terjadi. Cara tersebut dapat menjadi wawasan bagi perbankan untuk menentukan loss atau kerugian yang dapat ditoleransi.
Evaluasi strategi lainnya juga dapat dilakukan dengan melakukan stimulasi atas kejadian ekstrem yang pernah terjadi pada masa lalu.
“Kita harus melakukan perencanaan yang baik terkait bagaimana situasi yang mungkin kita hadapi ke depan,” ujar Royke.
Baca juga: Keruntuhan SVB dinilai bukan pengulangan krisis ekonomi 2008
Baca juga: Berkaca dari kolapsnya SVB, Dirut BRI: Indonesia jauh dari potensi risiko ekonomi
Baca juga: KSSK perhatikan masalah bank di AS dan Eropa dengan kewaspadaan tinggi
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Citro Atmoko
Copyright © ANTARA 2023