"Tahun 2009, ada enam surat belum ada tindak lanjut dari APH. 2010-2011 ada, tapi nilai kecil," ujar Supriansa dalam Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Komite TPPU di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan pada tahun 2014 terdapat laporan yang mencapai Rp55 triliun. Angka itu menurut Supriansa sangat besar namun tidak ditindaklanjuti oleh APH, dan enam tahun kemudian, transaksi mencurigakan berjumlah semakin besar, yakni Rp199 triliun.
"Data ini sangat membantu kami melahirkan kesimpulan sementara dari penilaian saya, bahwa apa kendala yang dihadapi APH kita sehingga tidak menindaklanjuti 9 poin itu," katanya.
Supriansa mengungkapkan dari 15 laporan yang ada, sekitar 6 laporan sudah ditindaklanjuti oleh APH. Selain itu, dia juga mempertanyakan tindak lanjut dari nominal Rp275 triliun yang merupakan jumlah transaksi dari 200 surat yang dilayangkan PPATK ke Kemenkeu.
"Apakah Rp275 triliun masuk pada kategori jumlah nilai yang belum ditindaklanjuti? Pertanyaan selanjutnya, siapa yang terlibat di angka-angka yang besar ini sehingga sulit APH untuk menindaklanjuti?" tanya Supriansa.
Untuk itu, Supriansa mempertanyakan kembali peran aparat penegak hukum dalam dugaan skandal uang ilegal yang beredar di Kementerian Keuangan.
"Apakah ini di APH? Apakah di polisi, KPK, atau kejaksaan, bea cukai? Ada 4 lembaga, apa kendala mereka sehingga sulit?" ujarnya.
Namun dia berterima kasih kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang berani mengungkap ke publik, sehingga ada upaya untuk menjernihkan skandal tersebut.
"Ternyata ada angka yang sangat besar Rp275 triliun yang tidak diproses, tidak ditindak dan kita diam-diam saja. Rp275 triliun ini kalau dibagi ke masyarakat Indonesia mereka bisa jadi pengusaha UMKM," katanya.
Baca juga: Komite TPPU segera bentuk tim gabungan terkait transaksi mencurigakan
Baca juga: Benny K Harman sebut satgas Komite TPPU harus independen
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2023