• Beranda
  • Berita
  • Kenalkan ketahanan pangan dan stunting lewat Sanlat Ramadhan

Kenalkan ketahanan pangan dan stunting lewat Sanlat Ramadhan

15 April 2023 19:54 WIB
Kenalkan ketahanan pangan dan stunting lewat Sanlat Ramadhan
Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi Bapanas, Nita Yulianis, SP, M.Si menjadi pemateri dalam Pesantren Kilat Ramadhan 1444 Hijriah/2023 di Gedung DPRD Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/4/2023). (ANTARA/M Fikri Setiawan)
Sebuah acara pesantren kilat (sanlat) di Bulan Ramadhan 1444 Hijriah di Bogor berani mengambil tema ketahanan pangan dan stunting. Dua topik yang biasanya bagi kalangan milenial kurang menarik. Pada Sanlat Ramadhan yang digelar di DPRD Kota Bogor itu, panitia menampilkan dua pembicara yang lihai menyampaikan materi dengan gaya milenial.

Penyajian yang menarik membuat pelajar, santri dan mahasiswa yang hadir, seperti terhanyut pada persoalan yang menjadi penting bagi perjalanan bangsa, apalagi ingin mengejar bonus demografi di tahun 2045.
 
Pertanyaan peserta yang muncul memberikan indikasi bahwa milenialpun bisa berperan mengampanyekan ketahanan pangan dan pencegahan stunting.
 
Sebagian peserta tergerak untuk ikut berperan mendukung ketahanan pangan, memanfaatkan lahan untuk budi daya dan mengatur pola hidup yang lebih sehat serta mempersiapkan diri menjadi generasi berkualitas.
 
Salah satu hal sepele, tetapi penting yang diungkap pada diskusi soal pangan adalah makan dan minum yang tidak berlebihan.
 
Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi Badan Pangan Nasional Nita Yuliani sebagai pembicara sempat mengutip Surat Al-A'raf Ayat 31, "Wahai anak cucu Adam ..... makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berlebihan-lebihan."

Makan yang berlebihan justru mengundang banyak keburukan bagi tubuh di satu sisi dan di sisi lain orang yang membeli banyak makanan untuk di santap akhirnya akan menyisakan banyak sampah. Banyak makanan yang terbuang yang jika dihitung secara nasional angkanya cukup mencengangkan.
 

1,3 miliar ton terbuang
 
Nita mengungkap berdasarkan data FAO sebanyak 1,3 miliar ton pangan terbuang sia-sia setiap tahun dan Indonesia menyumbang antara 23 juta ton hingga 48 juta ton makanan yang dibuang setiap tahun.

Dengan jumlah makanan terbuang hingga 48 ton itu bisa diberikan 61 juta hingga 125 juta orang atau setara dengan 29 hingga 47 persen penduduk Indonesia.
 
Angka yang dimunculkan itu menggugah kesadaran bahwa sebenarnya selama ini banyak individu yang berperilaku boros menyikapi pangan, padahal di sisi lain banyak dari kita yang untuk makan dua kali sehari saja masih belum sanggup.

Dicontohkan, dengan kemudahan aplikasi pesan makanan daring, seseorang kadang memesan lebih dari dua porsi makanan sehingga pasti ada makanan yang tidak termakan dan masuk tempat penyimpanan.

Begitu kulkas dibuka baru sadar ada juga makanan kemarin yang belum tuntas dimakan, jadilah menumpuk dan akhirnya sebagian masuk keranjang sampah dan membebani petugas sampah.

Oleh karena peserta sanlat dan masyarakat lainnya diajak untuk bijak saat makan dengan menyiapkan makanan secukupnya, sehingga tidak banyak yang terbuang. "Ayo dukung gerakan stop boros pangan."

Di sisi lain juga terngungkap, betapa soal ketahanan pangan menjadi sesuatu yang penting di masa depan karena bisa memicu krisis multidimensi atau terganggunya rantai pasokan makanan.
 
Peserta sanlat juga disajikan fakta secara global ada perubahan iklim ekstrem dan pola musim yang berubah, sehingga mempengaruhi pola budi daya dan tanaman pangan. Selain itu konflik kawasan dan krisis energi dan keuangan bisa mempengaruhi pasokan pangan.

Indonesia dikaruniai sumber daya alam luar biasa, tetapi tidak semua kebutuhan masyarakat bisa dipenuhi oleh petani, sehingga ada yang akhirnya impor dari negara lain, seperti daging sapi dan susu yang sebagian besar masih impor.

Milenial diajak untuk memahami bahwa 270 juta penduduk Indonesia perlu disiapkan kebutuhan pangannya secara berkelanjutan, sehingga memerlukan keseriusan untuk memanfaatkan lahan yang ada untuk membantu ketahanan pangan.

Berdasarkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan tahun 2022, menunjukkan jumlah daerah rentan rawan pangan sebanyak 74 kabupaten/kota atau 14 persen dari seluruh daerah di Indonesia.

Semua ini juga menjadi tugas kaum milenial untuk memperkuat ketahanan pangan dengan berperan memanfaatkan semua lahan yang ada serta menciptakan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan produktivitas lahan.

Bagaimana lahan kritis bisa disulap jadi lahan pertanian unggulan?  Sejumlah peserta juga menyatakan minatnya untuk bertani secara vertikal ataupun sistem hidroponik untuk ikut mendukung ketahanan pangan.

 
Stunting
 
Topik kedua dari sanlat yang digagas, antara lain oleh Serikat Pekerja ANTARA, adalah persoalan prevalensi stunting yang angka secara nasional masih 21 persen di Tahun 2022.
 
Tanpa upaya yang keras menekan stunting akan memunculkan generasi hilang yang tidak bisa berbuat banyak untuk mengolah sumber daya alam yang ada menjadi kekuatan ketahanan pangan.
 
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Bogor Anas Rasmana yang mengisi materi kedua menyampaikan bahwa persoalan stunting harus ditangani secara multisektoral karena ternyata stunting tidak hanya persoalan makan bergizi.
 
Stunting juga mempunyai dimensi lain, seperti pola asuh, gaya hidup, bahkan "urusan emosi dan kebahagiaan keluarga".
 
Milenial diajak untuk mengetahui bahwa sebuah keluarga harus dipersiapkan secara matang, termasuk saat mempersiapkan untuk memiliki anak. Sang ibu dan calon bayi harus terjaga nutrisinya.

Seribu hari pertama kehidupan, mulai dari janin sampai usia dua tahun, akan menentukan proses pembentukan otak manusia. Artinya jika ingin anak yang cerdas, maka nutrisi sejak di kandungan harus disiapkan.
 
Anas juga menyarankan ibu hamil untuk menghindari makan gula dan lemak satu jam sebelum dan sesudah makan karena plasenta yang menjadi sumber makan janin sangat peka dengan dua makanan tadi. Ini agar makanan yang masuk lebih banyak protein untuk kebutuhan pertumbuhan janin.
 
Apalagi yang perlu diperhatikan agar anak tidak terkena stunting? Beberapa tips lainnya, yaitu cukup satu butir telur per anak, berikan sayuran sebagai sumber vitamin dan mineral, rajin kontrol kesehatan, termasuk memberikan vaksinasi dan imunisasi.
Hal lain yang tak kalah penting adalah dari sisi perkembangan psikologi anak, yaitu sering memberikan sentuhan dari tangan orang tua kepada anak sebagai tanda kasih sayang, sampaikan kata-kata lembut dan kalimat positif yang membangkitkan semangat anak untuk saling menghargai, berbagi, dan mengajarkan sikap-sikap kemandirian.
​​​​​
Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Bogor membuka peluang peserta sanlat, termasuk para santri, untuk menjadi tenaga pendamping keluarga karena nanti akan dilatih bagaimana menerapkan pola asuh dan pola hidup sehat untuk mencegah stunting.
 
Pencegahan stunting ini penting agar muncul generasi unggulan bangsa saat kita mendapat bonus demografi yang bisa melesatkan kejayaan bangsa.
 
Sanlat model seperti itu menjadi titik masuk pengenalan persoalan bangsa, sehingga sejak dini milenial diajak berpartisipasi membangun kebersamaan mengatasi apa yang menjadi kebutuhan bangsa agar mampu bersaing di kancah global.

​​​​​​​

Pewarta: Budhi Santoso
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023