Menurut Arsjad, inisiatif tersebut akan memberi sinyal positif bagi ekosistem industri manufaktur kendaraan listrik (EV) serta sektor energi baru dan terbarukan.
"Proposal limited FTA Indonesia kepada AS jadi langkah yang tepat agar mineral kritis dan industri manufaktur kendaraan listrik Indonesia tetap dapat bersaing di pasar global, khususnya di AS. Mineral kritis seperti nikel, aluminium, kobalt, hingga tembaga penting dalam pembangunan ekosistem energi baru dan terbarukan di Indonesia dan dunia," katanya dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Arsjad menilai pengajuan limited FTA merupakan langkah krusial dalam menjaga keberlanjutan investasi serta membuka peluang pasar rantai nilai pasok produk bijih nikel hingga turunannya di Amerika Serikat bagi Indonesia.
“Pemerintah telah berusaha untuk bernegosiasi terkait kesepakatan Limited FTA dengan AS, dan kami di sektor bisnis siap untuk mengambil tindakan proaktif guna mensukseskan implementasi kesepakatan tersebut. Kami percaya bahwa dengan kerja sama yang kuat antara pemerintah dan sektor bisnis, Indonesia akan meraih manfaat besar dari Limited FTA ini,” ungkapnya.
Baca juga: INA gandeng Kadin tingkatkan ekosistem investasi
Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN–BAC) itu menilai daya tawar Indonesia sangat tinggi dalam pengajuan limited FTA ini.
Pasalnya, Indonesia memiliki potensi cadangan mineral kritis terbesar di dunia untuk komponen bahan baku baterai hingga kendaraan listrik di dunia. Sebut saja nikel yang mencapai sepertiga dari cadangan dunia dan bauksit mencapai 4 persen cadangan global atau 1,2 miliar ton.
Dengan daya tawar yang tinggi, Arsjad mengatakan tidak adil jika AS masih mengucilkan Indonesia dalam kebijakannya.
“Akan banyak kerugian bagi AS jika tidak terjadi kesepakatan terkait Limited FTA dengan Indonesia,” tegasnya.
Arsjad juga berharap agar inisiatif pengajuan proposal limited FTA Indonesia kepada AS mendapat respons positif dan dapat segera disepakati untuk mendorong kerja sama perdagangan yang saling menguntungkan antara Indonesia dan AS, serta memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam industri mineral kritis global.
Baca juga: Kadin proyeksikan arus uang ke daerah selama lebaran capai Rp92,3 T
Bos Indika Energy itu menilai kebijakan dari Amerika Serikat yang terkesan mengucilkan Indonesia dalam hal produk mineral kritis seperti nikel dan turunannya melalui UU Inflation Reduction Rate (IRA), semata-mata terjadi karena belum adanya FTA dengan pihak Amerika Serikat.
Selain itu, pihak AS memiliki kekhawatiran mengenai adanya dominasi China pada industri mineral kritis seperti nikel dan turunannya di Indonesia.
“Kami adalah penyedia mineral kritis seperti nikel dan turunannya yang terbesar di dunia dan kami selalu berupaya memastikan memiliki portofolio perdagangan mineral ini dengan negara China maupun non-China guna mencapai kesepakatan perdagangan yang adil dan saling menguntungkan,” tegas Arsjad.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023