"Mengingat untuk tahun ini hilal berada dalam ketinggian yang berada dalam wilayah perbedaan pendapat, maka dipastikan akan terjadi perbedaan waktu penetapan hari raya Idul Fitri. Karena itu perlu ada semangat saling menghormati atas terjadinya perbedaan tersebut," ujar Asrorun Niam di Jakarta, Kamis.
Niam mengatakan penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah merupakan wilayah ijtihadiyah yang membuka kemungkinan terjadinya perbedaan di kalangan fuqaha atau ahli fikih.
Secara keilmuan, kata dia, memang dimungkinkan terjadinya perbedaan. Terjadinya perbedaan pendapat pada masalah yang berada dalam majal al-ikhtilaf (wilayah dimungkinkannya terjadi perbedaan), harus mengedepankan toleransi.
Baca juga: BMKG pantau hilal 1 Syawal dan gerhana matahari di Dermaga Cinta Ancol
Baca juga: Tim Falakiyah Papua pantau hilal 1 Syawal di Kabupaten Biak Numfor
"Karena itu perlu ada semangat saling menghormati atas terjadinya perbedaan tersebut," kata dia.
Menurutnya, perbedaan yang didasarkan pada pertimbangan ilmu akan melahirkan kesepahaman, bukan pertentangan dan permusuhan. Karenanya, beragama perlu dengan ilmu sehingga muncul semangat harmoni dan kebersamaan.
Untuk itu, kata dia, bagi yang berpatokan pada kriteria hisab hakiki wujudul hilal atau Idul Fitri jatuh pada Jumat (21/4), maka hari Jumat melaksanakan Shalat Idul Fitri dan tidak boleh berpuasa.
Sementara bagi yang menggunakan kriteria rukyatul hilal ketinggian hilal 3 derajat, maka harus menunggu hingga hasil sidang isbat.
"Bagi yang meyakini serta mengikuti pandangan bahwa Idul Fitri jatuh hari Sabtu, maka pelaksanaan Shalat Idul Fitri dilaksanakan pada Sabtu dan tidak boleh berpuasa di hari Sabtu tersebut. Sedang di hari Jumat masih wajib berpuasa," kata Niam.*
Baca juga: Perbedaan Lebaran di Zaman Digital
Baca juga: Kemenag pantau hilal penentuan Idul Fitri di 123 Titik
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023