Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu, Sulawesi Tengah, menilai perusahaan pers masih kerap abai dalam memberikan perlindungan dan hak mendasar bagi jurnalis, termasuk hak-hak jurnalis perempuan dan hak mendasar lainnya.
Ketua AJI Palu Yardin Hasan menyuarakan hal itu dalam memperingati hari Buruh Internasional atau May Day melalui aksi kolaborasi bersama sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kota Palu, Senin.
"Masih banyak hal pekerja jurnalis yang mendasar belum terpenuhi, semisal soal upah minimum, tempat kerja yang tidak representatif bagi jurnalis perempuan dan beberapa hak dasar lainnya," jelas Yardin di panggung ekspresi bertajuk May Day Sedunia Tegakkan Ruang Keadilan" (Hysteria).
Di depan Gedung DPRD dan Kantor Gubernur Sulteng, ia mencontohkan saat pandemi, sejumlah perusahaan pers masih saja memberikan beban pekerjaan liputan di tengah pembatasan mobilitas masyarakat untuk menekan lonjakan kasus COVID-19.
Di depan Gedung DPRD dan Kantor Gubernur Sulteng, ia mencontohkan saat pandemi, sejumlah perusahaan pers masih saja memberikan beban pekerjaan liputan di tengah pembatasan mobilitas masyarakat untuk menekan lonjakan kasus COVID-19.
"Saat merebaknya COVID-19, perusahaan-perusahaan media hampir tidak ada memberikan perlindungan yang memadai kepada jurnalis," ungkapnya.
Selain itu, ia juga menyinggung soal Undang-Undang Cipta Kerja yang telah menuai kritik dari berbagai kalangan hingga memicu gelombang demonstrasi mahasiswa.
"Kaum buruh mendapatkan "pil pahit" dalam 77 tahun perjalanan negara merdeka. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 (Cipta Kerja) adalah produk paling pahit yang dirasakan anak bangsa ini," ujar Yardin dalam orasinya.
Aksi May Day ini juga diikuti sejumlah LSM, seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulteng, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPS) Sulteng Solidaritas Perempuan (SP) Palu, Yayasan Tanah Merdeka, serta kalangan mahasiswa.
Pewarta: Mohamad Ridwan/Kristina Natalia
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023