PBNU: belum saatnya pesantren butuh UU

4 Januari 2013 19:26 WIB
PBNU: belum saatnya pesantren butuh UU
Ketua PB Nahdatul Ulama KH Said Aqil Siraj. (ANTARA)

Belum saatnya pesantren ini membutuhkan UU. Pesantren ini adalah lembaga pendidikan milik masyarakat,"

Kediri (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Sirodj, menilai belum saatnya jika lembaga pendidikan milik masyarakat tersebut membutuhkan Undang-Undang tentang pesantren.

"Belum saatnya pesantren ini membutuhkan UU. Pesantren ini adalah lembaga pendidikan milik masyarakat," katanya di Kediri, dikonfirmasi tentang rencana pembentukan Undang-Undang pesantren yang akan dibahas oleh kalangan Dewan Perwakilan Rakyat, Jumat.

Ia mengatakan, pesantren adalah ciri khas bangsa Indonesia. Pesantren dipimpin oleh seorang kiai, yang merupakan penanggungjawab. Namun, pesantren bukanlah milik seseorang.

Pihaknya menganjurkan agar pesantren dibiarkan berjalan seperti sekarang, sebagai ciri khas dan aset bangsa Indonesia.

Ia juga membantah jika pesantren dijadikan untuk mengajarkan pendidikan yang ekstrim. Sebab, di Indonesi tidak ada pesantren yang demikian, jika pun terdapat laporan tentang pesantren yang mengajarkan ajaran wahabi yang yang menjadikan sikap santri yang ekstrim itu bukan dari ajaran di Indonesia.

"Ada beberapa pesantren baru dengan latar belakang menjadikan santri ekstrim. Kalau di Pakistan mungkin ada yang dijadikan teroris," ujarnya.

Pihaknya menegaskan, waktu para santri di Indonesia sudah dihabiskan untuk belajar. Dari sekitar 21 ribu Rabithah al-Ma`ahid al-Islamiyyah (RMI) yang merupakan asosiasi Pondok Pesantren di Indonesia, tidak pernah mengajarkan yang demikian. Mereka belajar ilmu agama, seperti hadist, akhidah, akhlak, dan ilmu agama lain.

Sebelumnya, kalangan DPR akan membuat Undang-Undang tentang pesantren. Hal ini menjadi pembahasan di Komisi VIII DPR RI. UU ini diharapkan bisa memperjelas posisi pesantren sebagai sistem pendidikan di Indonesia. Namun, sampai saat ini masih terjadi tarik ulur tentang pembuatan UU tersebut.

Munculnya rencana UU ini salah satunya dilatarbelakangi adanya stigmatisasi, marginalisasi, dan kriminalisasi terhadap keberadaan pesantren di Indonesia. Terdapat stereotip soal terorisme Islam hingga nuansa kriminalisasi dan marjinalisasi pesantren.
(KR-MSW/M009)


Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013