Jakarta (ANTARA News) - Pendekatan genetik dapat digunakan untuk satwa yang dilindungi kembali ke habitat aslinya, kata Deputi Direktur Lembaga Eijkman, Profesor Herawati Sudoyo."DNA bisa mengidentifikasi hewan dan organisme lainnya."
"Melalui Deoxyribonucleic acid (DNA) bisa mengidentifikasi hewan dan organisme lainnya," ujarnya di sela-sela penandatanganan nota kesepahaman antara Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, di Jakarta, Senin.
Ia mengemukakan, penerapan uji DNA, sejenis asam nukleat biomolekul penyusun cetak biru makhluk hidup, forensik untuk satwa liar sudah dilakukan oleh Eijkman membantu Markas Besar Kepolisian Negara RI (Mabes Polri) dan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dalam kasus harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) pada 2012.
"Ketika itu diminta bantuan oleh BKSDA dan Mabes Polri untuk mengetahui apakah harimau itu termasuk harimau sumatera atau harimau bengala," katanya.
Herawati menjelaskan, pihaknya sejak Juni 2012 melakukan kerja sama dengan WWF dalam upaya konservasi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
Lembaga Eijkman, lanjut dia, melakukan ekstraksi, amplifikasi, dan analisa DNA dari sampel yang telah terkumpul.
Selain mengetahui sebaran dan populasi gajah di Tesso Nilo, ia menyatakan, studi itu diharapkan dapat mengungkapkan keragaman genetika gajah sumatera di Tesso Nilo dan hubungan kekerabatan antar-individu maupun antar-kelompok gajah.
Pengambilan sampel dilakukan tidak dengan menyakiti satwa tersebut, melainkan hanya mengambil sampel feses (kotoran) gajah, sehingga dapat diperkirakan jumlah populasi pemetaan sebarannya, dan diketahui kekerabatan, serta aspek ekologi lainnya, demikian Herawati Sudoyo
(T.I025/N002)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2013