"OJK selalu mendorong untuk melakukan peningkatan literasi keuangan ini. Tujuannya agar gap (ketimpangan antara literasi dan inklusi keuangan) ini makin kecil," kata Yulianta dalam dialog Mendorong Literasi dan Inklusi Keuangan yang dipantau virtual di Jakarta, Kamis.
Ia menuturkan ketimpangan antara literasi dan inklusi keuangan masih cukup besar. Pada 2022, indeks literasi keuangan di Indonesia sebesar 49,68 persen, sementara indeks inklusi keuangan tercatat 85,1 persen, sehingga ada ketimpangan sekitar 35 persen.
Baca juga: OJK - BEI perkuat literasi dan inklusi keuangan para guru di Ambon
Ketimpangan tersebut menunjukkan kondisi masyarakat sudah menggunakan produk keuangan tapi belum begitu memahami produk yang digunakan sehingga rentan menjadi korban penipuan.
"Kalau gap ini makin kecil setidaknya orang itu paham dengan produk yang digunakan itu apa sehingga nanti kemungkinan terjadinya fraud atau menjadi korban penyalahgunaan itu kecil karena sudah terliterasi," ujarnya.
Yulianta mengatakan OJK memiliki sejumlah inisiatif dan strategi dalam meningkatkan literasi keuangan, yakni strategi online dan offline untuk edukasi masyarakat terkait keuangan, pengembangan infrastruktur, penguatan kebijakan atau regulasi, penguatan sinergi dan aliansi strategis, serta program peningkatan literasi keuangan syariah dan pasar modal.
Edukasi keuangan secara offline dilakukan untuk menjangkau masyarakat daerah terdepan, terpencil dan tertinggal (3T) dan kelompok rentan yang mengalami kendala akses digital.
Pengembangan infrastruktur literasi keuangan berupa penyediaan sistem dan materi literasi keuangan yang dapat diakses secara mandiri oleh masyarakat sehingga dapat menjangkau secara lebih masif.
Penguatan sinergi dan aliansi strategis dilakukan dengan meningkatkan sinergi antar kementerian/lembaga, regulator, pelaku industri jasa keuangan dan seluruh pemangku kepentingan terkait sebagai pengungkit (enabler) dalam program literasi dan edukasi keuangan.
Penguatan kebijakan atau regulasi diwujudkan dengan perumusan Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia sebagai guidance dalam melaksanakan kegiatan literasi keuangan serta penyusunan kebijakan literasi dan inklusi keuangan untuk mendorong keterlibatan pelaku usaha jasa keuangan dalam peningkatan literasi keuangan.
Baca juga: Aftech: literasi keuangan digital Indonesia masih di angka 25 persen
Peningkatan literasi keuangan syariah dan pasar modal dilaksanakan melalui berbagai program yang berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan seperti LIKE IT, Gebyar Safari Ramadhan dan Indonesia Sharia Financial Olympiad (ISFO).
"Hasil survei kami menunjukkan bahwa ternyata untuk keuangan syariah dan pasar modal itu masih kecil, jadi kami punya strategi khusus untuk keuangan syariah dan pasar modal agar meningkat," tuturnya.
Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE IT) adalah program edukasi literasi keuangan kepada masyarakat yang dikemas secara interaktif dan menarik. LIKE IT merupakan kolaborasi antara Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan yang tergabung dalam Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FKPPPK).
Sedangkan ISFO merupakan ajang kompetisi cerdas cermat terkait keuangan syariah dan industri jasa keuangan di Indonesia, yang bertujuan untuk meningkatkan literasi keuangan dan membentuk generasi yang cerdas keuangan.
Literasi keuangan adalah kondisi di mana masyarakat memiliki kecerdasan keuangan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan untuk mencapai kesejahteraan.
Sedangkan inklusi keuangan adalah kondisi masyarakat yang pernah mengakses produk dan atau layanan jasa keuangan di lembaga keuangan formal.
Ada lima indikator yang diukur dalam indeks literasi keuangan, yakni pengetahuan, keterampilan, keyakinan/kepercayaan terhadap produk keuangan, perilaku, dan sikap. Sedangkan untuk inklusi keuangan, parameter yang diukur adalah penggunaan atau akses.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023