• Beranda
  • Berita
  • Akademisi: Deklarasi TPPO harus diterjemahkan ke instrumen regional

Akademisi: Deklarasi TPPO harus diterjemahkan ke instrumen regional

15 Mei 2023 19:30 WIB
Akademisi: Deklarasi TPPO harus diterjemahkan ke instrumen regional
Tangkapan Layar - Akademisi sekaligus Direktur Eksekutif ASEAN Studies Center Universitas Gajah Mada (ASC UGM) Dafri Agussalim dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) tentang pekerja migran dan TPPO yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (15/5/2023) (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)

Indonesia harus lebih aktif menterjemahkan deklarasi ini ke dalam instrumen regional yang dapat mencegah dan mengatur TPPO, karena ini industri yang berkembang dari waktu ke waktu...

Akademisi sekaligus Direktur Eksekutif ASEAN Studies Center Universitas Gajah Mada (ASC UGM) Dafri Agussalim mengatakan deklarasi terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) harus aktif diterjemahkan ke dalam instrumen regional.
 
"Indonesia harus lebih aktif menterjemahkan deklarasi ini ke dalam instrumen regional yang dapat mencegah dan mengatur TPPO, karena ini industri yang berkembang dari waktu ke waktu, kadang-kadang pemerintah malah kalah cepat dengan aktivitas ini," kata Dafri pada diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
 
Dafri mengatakan TPPO ini adalah isu yang strategis dan terus relevan, sekaligus kejahatan kemanusiaan yang luar biasa, tetapi deklarasi yang disepakati belum jelas mengikat secara hukum.

Baca juga: Kemenlu: KTT ASEAN 2023 deklarasikan siap perangi persoalan TPPO
 
"Perlu dipahami bahwa ini deklarasi, jadi belum mengikat secara hukum karena baru komitmen dan ini bukan satu-satunya. Sedangkan tahun 2007 sudah dikumandangkan, ASEAN juga pernah mendeklarasikan pelarangan perdagangan obat-obatan terlarang (drug trafficking), tapi sampai sekarang juga masih berkembang pesat," ujar Dafri.
 
Dia mengatakan aktor dan pelaku-pelaku kejahatan TPPO ini tidak bisa dilihat sebatas antarnegara, tetapi juga pelaku lain yang terlibat misalnya perbankan, pebisnis, akuntan, pengacara, maupun notaris.
 
"Kalau lingkungannya koruptif, agak sulit, jadi butuh kerja sama antar stakeholders," tuturnya.
 
Namun Dafri juga tetap mengapresiasi deklarasi ini sebagai hasil kesepakatan KTT ASEAN 2023, karena hal ini penting sebagai agenda setting untuk mengingatkan negara-negara anggota ASEAN tentang masalah tenaga kerja migran.

Baca juga: BP2MI: Tren korban TPPO mulai bergeser ke masyarakat berpendidikan
Baca juga: Jokowi ajak ASEAN tindak tegas pelaku perdagangan manusia

 
"Tetapi itu tidak cukup, perlu ada kebijakan yang implementatif. Di lain sisi, kita sebagai Ketua ASEAN, harus mampu membujuk agar negara anggota ASEAN mempunyai konstruksi yang sama menjadikan isu tenaga migran dan TPPO ini sebagai perhatian bersama," tuturnya.

Melihat kesempatan Indonesia sebagai negara pemegang tongkat komando ASEAN tahun ini, Dafri berharap pemerintah mampu meyakinkan para negara-negara anggota bahwa isu pekerja migran dan TPPO ini menjadi penting dan bermanfaat, misalnya ketika menghadapi masalah seperti di Myanmar.
 
Sebelumnya pada Selasa (9/5) Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang sebanyak 20 warga negara Indonesia ke Myanmar.
 

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023