Menjelang pengujung tahun 2022, tepatnya tanggal 7 Desember pada pukul 08.20 WIB, warga Kota Bandung, Jawa Barat, digegerkan oleh ledakan bom bunuh diri di Markas Kepolisian Sektor Astanaanyar.negara harus hadir dari sebelum, pada saat, dan setelah dilakukan pembinaan,
Kejadian tersebut mengakibatkan dua orang meninggal dunia, yakni terduga pelaku bom bunuh diri dan seorang anggota Polsek Astanaanyar atas nama Ajun Inspektur Polisi Satu Sofyan.
Berdasarkan hasil identifikasi melalui pemeriksaan sidik jari dan pengenalan wajah (face recognition) terhadap jenazah terduga pelaku bom bunuh diri identik dengan seseorang bernama Agus Sudjatno alias Agus Muslim yang diketahui sebagai seorang mantan narapidana kasus terorisme.
Dalam hal ini, Agus Sudjatno yang diketahui terafiliasi dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bandung atau Jawa Barat itu pernah ditangkap terkait kasus terorisme "bom panci" di Cicendo, Bandung, pada 2017.
Oleh karena itu, Agus Sudjatno harus menjalani pidana penjara selama 4 tahun di lembaga pemasyarakatan (lapas) yang berlokasi di Pulau Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Ia bebas dari hukuman pada tahun 2021.
Kejadian bom bunuh diri di Mapolsek Astanaanyar yang melibatkan mantan narapidana kasus terorisme itu pun menjadi salah satu catatan penting dalam upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme maupun radikalisme di Indonesia.
Kasus bom bunuh diri tersebut menjadi salah satu pembahasan dalam kegiatan diskusi kelompok terarah (focussed group discussion/FGD) bertema Sinergisitas Stakeholder dalam Program Deradikalisasi Narapidana Teroris di Lapas Nusakambangan yang diselenggarakan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Provinsi Jawa Tengah berkolaborasi dengan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror, dan sejumlah pemangku kepentingan lainnya, di Wisma Sari, Lapas Kelas I Batu, Nusakambangan, medio Mei 2023.
Dalam paparan Direktur Kontra Terorisme Deputi Bidang Kontra Intelejen BIN saat diskusi disebutkan bahwa terorisme adalah ancaman terhadap negara karena terorisme muncul dari sikap intoleran dengan kekerasan sehingga pihaknya akan melakukan evaluasi bersama pihak-pihak terkait.
Salah satu evaluasi yang akan dilakukan adalah meningkatkan asesmen yang lebih mendalam terkait motivasi napi terorisme dalam melaksanakan ikrar kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), apakah ikrar dilakukan dengan benar-benar atau hanya sebuah alasan mereka ingin cepat keluar dari dalam tahanan.
Selain itu, peserta diskusi diimbau untuk selalu berhati-hati dan tidak lengah terhadap pertumbuhan terorisme yang saat ini terlihat mulai mereda atau landai. Bisa saja para teroris ini tengah menyiapkan strategi.
Oleh karena itu, diskusi tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan tindakan deradikalisasi di Lapas Nusakambangan mengingat terorisme menjadi ancaman bersama.
Pemerintah sebenarnya telah hadir untuk menanggulangi ancaman tersebut, termasuk kehadiran BNPT yang menginisiasi disahkannya Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
Seluruh pemangku kepentingan termasuk BIN turut serta dalam rencana aksi pencegahan dan penanggulangan ekstremisme, radikalisme, serta terorisme di Indonesia tersebut.
Dalam hal ini, terorisme muncul melalui beberapa jalur atau proses, yang dimulai dari aliran atau kepercayaan yang ekstrem, kemudian berkembang menjadi intoleran. Selanjutnya dari intoleran kemudian bisa menjadi sikap radikal karena adanya peningkatan kegiatan di kelompoknya untuk menguatkan ideologi radikalnya.
Ketika ekstremisme menjadi kekerasan dan membuat kengerian di masyarakat, hal itulah yang dikatakan sebagai terorisme sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.
Saat ini, banyak napi kasus terorisme berkategori merah atau berisiko tinggi yang sudah dapat "dijadikan" hijau dan kembali diintegrasikan ke masyarakat. Namun ada satu atau dua yang masih berpotensi melakukan serangan terorisme seperti dilakukan oleh pelaku teror di Mapolsek Astanaanyar, yang didorong karena banyak jaringannya terdahulu sudah lebih dulu menjadi martir bom bunuh diri.
Terkait dengan strategi deradikalisasi di Indonesia, Kepala Seksi Identifikasi Narapidana Direktorat Deradikalisasi BNPT Ahmad Fauzi mengatakan tahapan individu yang sukarela melakukan aksi teror diawali dari munculnya sikap intoleransi dan cenderung menguatkan sikap eksklusif yang menjadi bibit radikal.
Dengan demikian, perlu adanya kesadaran dari masyarakat mulai dari lingkungan terkecil seperti keluarga dan perlunya mengedukasi pihak lembaga pendidikan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi agar dapat memutus penyebaran paham radikalisme di Indonesia.
"Program deradikalisasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 khususnya Pasal 43F disebutkan bahwa BNPT berfungsi menyusun dan menetapkan kebijakan strategi program nasional di bidang terorisme, menyelenggarakan koordinasi di bidang terorisme, dan melaksanakan kontra radikalisasi dan deradikalisasi," jelasnya.
Oleh karena itu, kata dia, BNPT mendorong kementerian atau lembaga dan pemerintah daerah setempat untuk terus bekerja sama melaksanakan sinergi melalui berbagai program dan pendekatan dalam kerangka Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Hal itu bertujuan untuk meningkatkan nilai nasionalisme dan mendukung program deradikalisasi di lingkungan pemasyarakatan di Indonesia agar dapat dijalankan secara optimal.
Fauzi mengatakan deradikalisasi dalam lapas adalah program bertahap dan holistik serta merupakan pekerjaan yang cukup kompleks dengan melibatkan berbagai pihak dan ilmu serta bertujuan untuk menciptakan harmoni dalam implementasi menurunkan tingkat radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Deradikalisasi di Nusakambangan
Nusakambangan yang merupakan salah satu pulau terluar di Indonesia itu telah lama dikenal sebagai pulau penjara. Sebutan tersebut bukan tanpa alasan karena saat ini di Nusakambangan terdapat delapan lapas yang beroperasi.
Kedelapan lembaga pemasyarakatan itu terdiri atas Lapas Batu, Lapas Besi, Lapas Narkotika, Lapas Kembangkuning, Lapas Permisan, Lapas Pasir Putih, Lapas Karanganyar, dan Lapas Terbuka dengan total kapasitas 2.760 orang namun baru terisi sekitar 2.100 orang.
Selain itu, sebanyak tiga lembaga pemasyarakatan baru di Nusakambangan akan segera dioperasikan pada tahun 2023, yakni Lapas Gladakan dan Lapas Ngaseman, masing-masing berkapasitas 256 orang serta Lapas Nirbaya yang berkapasitas 288 orang. Lapas Ngaseman direncanakan dikhususkan untuk napi kasus terorisme.
Bahkan pada tahun 2023, Kemenkumham akan membangun satu lapas baru di sekitar Lapas Ngaseman dengan kapasitas yang direncanakan sekitar 700 orang.
Koordinator Wilayah Pemasyarakatan Se-Nusakambangan Cilacap Mardi Santoso mengatakan dari delapan lapas yang dioperasikan di Nusakambangan, tiga di antaranya menerapkan sistem pengamanan super-maksimum dan ditujukan untuk napi berisiko tinggi (high risk), seperti teroris dan bandar narkoba. Tiga lapas yang menerapkan pengamanan super-maksimum itu terdiri atas Lapas Batu, Lapas Pasir Putih, dan Lapas Karanganyar.
"Kalau Lapas Pasir Putih khusus untuk napi kasus terorisme, sedangkan di Lapas Batu dan Lapas Karanganyar tidak hanya teroris. Saat ini ada 166 napi terorisme yang tersebar di sejumlah lapas se-Nusakambangan dan dua napi teroris di Lapas Cilacap," jelas Kepala Lapas Kelas I Batu itu.
Oleh karena jumlah napi kasus terorisme di Nusakambangan hampir 50 persen dari total napi teroris di Indonesia yang mencapai kisaran 400 orang, berbagai upaya deradikalisasi pun dilakukan di pulau penjara itu.
Dengan adanya pola pendekatan dan asesmen terhadap risiko pengulangan tindak pidana narapidana, hingga saat ini sudah banyak napi teroris yang pemahaman tentang radikalisme mengalami penurunan sehingga mereka bersedia ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Melalui pendekatan dan asesmen tersebut, napi teroris berisiko tinggi di lapas dengan pengamanan super-maksimum akan dipindahkan ke lapas dengan pengamanan maksimum jika pemahamannya tentang radikalisme menurun dan bersedia ikrar setia kepada NKRI atas dasar kesadaran sendiri.
Dengan demikian, napi kasus yang sudah berikrar setia kepada NKRI ditempatkan di lapas dengan pengamanan maksimum dan lapas dengan pengamanan medium sesuai hasil asesmen.
Terkait dengan hal itu, Mardi mengaku terbantu oleh kehadiran BNPT, Densus, dan BIN karena di pihaknya ada parameter-parameter untuk mengukur tingkat pemahaman napi kasus terorisme terhadap paham radikalisme. Karena, di Nusakambangan juga ada Balai Pemasyarakatan yang melakukan asesmen terhadap perilaku warga binaan atau napi kasus terorisme.
Mengenai mantan napi kasus terorisme yang menjadi pelaku bom bunuh diri di Mapolsek Astanaanyar, dia mengakui napi atas nama Agus Sudjatno, yang pernah menjadi narapidana di Nusakambangan, itu belum berikrar setia kepada NKRI.
Oleh karena masa hukumannya telah habis, pihak Lapas Nusakambangan tidak punya alasan untuk tetap menahan Agus Sudjatno sehingga yang bersangkutan bisa bebas dari hukuman pada tahun 2021.
Peran pemda
Upaya deradikalisasi terhadap napi kasus terorisme tidak semata-mata tanggung jawab lapas sebagai lembaga yang memberikan pembinaan dan pendampingan agar mereka menyadari kesalahannya, kembali setia kepada NKRI, serta diterima di masyarakat setelah bebas dari hukuman dan tidak mengulangi perbuatannya. Semua upaya deradikalisasi tersebut harus didukung oleh semua pemangku kepentingan termasuk pemerintah daerah (pemda) dan masyarakat.
Penjabat Bupati Cilacap Yunita Dyah Suminar mengatakan tugas pemerintah daerah dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme itu dilakukan sejak sebelum adanya radikalisme, saat pelaku radikalisme masuk dan menjalani pembinaan di lapas, serta setelah keluar dari lapas.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Cilacap melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik setempat mempunyai program-program terkait deradikalisasi bagi napi kasus terorisme yang baru keluar dari lapas, termasuk program dalam rangka pencegahan radikalisme.
Bagi Pemkab Cilacap, napi kasus terorisme oleh pelaku yang baru keluar dari lapas, khususnya Nusakambangan, harus dirangkul dan didampingi karena tidak menutup kemungkinan mereka masih canggung di tengah masyarakat. Padahal mereka ada keinginan untuk membuka usaha, membutuhkan layanan kesehatan, dan sebagainya.
Terkait dengan upaya pencegahan radikalisme, Yunita menilai hal itu harus melibatkan masyarakat melalui pendidikan di keluarga masing-masing sejak dini. Dalam hal ini, keluargalah yang mendidik dan mendidik anak-anak menjadi radikal atau tidak radikal selain adanya pengaruh dari luar.
Tidak hanya itu, masyarakat pun harus dibiasakan untuk toleran terhadap orang lain, termasuk menumbuhkan kultur budaya Indonesia yang majemuk serta agama dan bahasa yang beragam, sehingga dapat menunjukkan bahwa bangsa Indonesia bisa hidup harmonis walaupun berbeda-beda suku, agama, ras, maupun bahasa daerahnya.
Akan tetapi, dengan perkembangan teknologi yang begitu luar biasa, pengaruh ideologi luar yang tidak sesuai dengan ideologi bangsa Indonesia akan sulit dibendung tanpa adanya sinergi para pemangku kepentingan untuk membentengi generasi muda dari ideologi-ideologi luar yang sebenarnya tidak sebagus ideologi bangsa Indonesia.
"Itu yang utama, jadi kita harus hadir, negara harus hadir dari sebelum, pada saat, dan setelah dilakukan pembinaan," tegas Bupati.
Upaya membentengi generasi muda Indonesia dari pengaruh radikalisme harus terus dipupuk termasuk deteksi dini terhadap munculnya paham radikal atau ekstremisme yang dibawa para pendatang dari luar daerah.
Oleh karena itu, sinergi seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat diperlukan dalam deteksi dini terhadap bahaya radikalisme, ekstremisme, dan terorisme.
Editor: Achmad Zaenal M
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023