Risiko pertama yaitu, tidak akuratnya informasi dan jawaban yang diberikan
Dosen pada Kelompok Keahlian Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr. Eng. Ayu Purwarianti, S.T, M.T mengingatkan untuk lebih bijak lagi dalam menggunakan ChatGPT sebagai alat untuk belajar, karena risiko ChatGPT juga sangat banyak.
"Risiko pertama yaitu, tidak akuratnya informasi dan jawaban yang diberikan oleh ChatGPT, sehingga diharapkan agar pengguna melakukan validasi atau mencari sumber lain yang lebih terpercaya dalam mencari suatu informasi," kata Dr Ayu dalam keterangan tertulis Humas ITB, Jumat.
ChatGPT adalah salah satu aplikasi Artificial Intelligence, lebih tepatnya di bidang natural language processing yang di dalamnya memanfaatkan Pre-trained Generative Large Language Model.
"Ini merupakan suatu model Artificial Intelligence yang awalnya dibangun dari data unsupervised,” ujar Dr Ayu.
Ia mengatakan ada beberapa risiko yang harus dipertimbangkan ketika memanfaat ChatGPT, misalnya seputar regulasi, isu plagiarisme, dan etika dalam pemanfaatan ChatGPT, khususnya dalam lingkup akademik.
Pada dasarnya ChatGPT bermanfaat banget buat membantu untuk belajar, tapi memang harus berhati-hati akan tujuan kita menggunakannya.
Baca juga: ChatGPT mampu menjawab soal-soal pada ujian radiologi
Baca juga: Kepala Bappenas: ChatGPT akan maju luar biasa dan tak terhindarkan
"Kalau misalnya mahasiswa disuruh bikin esai dengan tujuan supaya bisa memiliki kemampuan analisis yang lebih tinggi, serta lebih kritis dan kreatif maka jangan menggunakan ChatGPT. Silakan membuat esai dengan kalimat sendiri dan nanti dibandingkan dengan hasil ChatGPT,” ujar Dr. Ayu.
Dalam beberapa tahun terakhir, memang dunia kecerdasan buatan telah menunjukkan kemajuan yang pesat. Salah satu pencapaian terbaru yang menarik perhatian adalah pengembangan model bahasa alami yang canggih bernama ChatGPT.
Model yang dikembangkan oleh OpenAI ini, telah mendapatkan popularitas besar karena kemampuannya untuk berinteraksi secara alami dengan pengguna.
Risiko yang lain yaitu, terkait plagiarisme yangtidak diketahui sumber data dan jawaban yang diberikan oleh ChatGPT.
Sehingga untuk beberapa kasus yang terkait dengan hak cipta, seperti pembuatan buku dan copywriting, jangan memberikan ChatGPT untuk melakukan take over karena tetap tanggung jawab terakhir ada pada manusia.
Risiko selanjutnya juga dapat menimbulkan potential misuse, karena ChatGPT dapat kita tanya untuk membuat kode program seperti jailbreak atau sesuatu yang memang untuk menelusuri security.
Tetapi dengan semua risiko yang ada, sangat sulit juga untuk menahan pengembangan Chat GPT, karena saat ini malah banyak orang yang berlomba-lomba dalam mengembangkan sesuatu seperti ChatGPT dengan harga yang lebih rendah.
ChatGPT sebagai model bahasa alami canggih yang dikembangkan oleh OpenAI, telah mengubah cara manusia berinteraksi dengan mesin.
Kemampuannya untuk berkomunikasi dengan pengguna dalam bentuk percakapan alami telah memicu tantangan baru dalam dunia kecerdasan buatan.
European Union (EU) menganggap ChatGPT sebagai sesuatu yang high risk, dan di Indonesia sendiri belum ada aturan spesifik terkait penggunaan ChatGPT.
UNESCO sendiri sudah memberikan rekomendasi terkait risiko penggunaan AI, tetapi kesiapan setiap negara berbeda-beda untuk dapat mengikutinya.
"Setiap institusi memiliki caranya sendiri dalam menyikapi ini,” kata Dr Ayu.
Baca juga: Pembuat berita bohong melalui ChatGPT ditangkap di China
Baca juga: Peneliti UGM ungkap kelebihan Google Bard dibanding ChatGPT
Baca juga: Peneliti UGM ungkap kelebihan Google Bard dibanding ChatGPT
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023