Batam (ANTARA News) - Pulau Puteri yang terletak pada bagian utara Kota Batam dan merupakan pulau terdepan yang berbatasan dengan Singapura dan Malaysia, semakin tergerus oleh abrasi sehingga luasnya terus berkurang....tidak ada lagi pohon yang mampu menahan gelombang. Akibatnya luas pulau terus berkurang karena abrasi."
"Saat musim utara pulau ini terus dihantam gelombang. Sementara tidak ada lagi pohon yang mampu menahan gelombang. Akibatnya luas pulau terus berkurang karena abrasi," kata tokoh masyarakat Nongsa, Abas di Nongsa, Batam, Kamis.
Ia mengatakan, Pulau Puteri yang bisa ditempuh selama lima menit dengan perahu mesin kecil (pompong) awalnya sangat luas.
Namun akibat abrasi dan banyaknya pencemaran minyak saat musim utara sehingga bakau dan tumbuhan penahan gelombang lain mati, sehingga mengakibatkan luasnya terus menyusut.
"Akibat pencemaran yang terjadi, upaya penanaman bakau yang dilakukan tidak membuahkan hasil. Semua mati karena limbah minyak," kata dia.
Sebelumnya, ahli kelautan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepri, Dr Ediwan mengungkapkan, ekosistem laut di Kepri semakin mengkhawatirkan akibat maraknya pencemaran laut terutama dari limbah bahan beracun dan berbahaya (B3).
"Ada banyak faktor mengapa laut Kepri kian kritis, ini akibat maraknya pembuangan limbah baik dari kapal asing yang melintas. Jika ini terus terjadi maka cepat atau lambat, habitat laut di Kepri akan punah," kata dia.
Ia mengatakan ada tiga ekosistem laut di antaranya karang, pasir dan mangrove atau bakau yang akan rusak bila terkena limbah. Tumbuhan tidak akan bisa hidup, sementara ekosistem laut lain akan pergi.
Jika hewan karang yang biasa menempel di karang merasa tidak nyaman, maka akan pergi akibatnya karang rapuh dan tidak akan mampu menopang ekosistem laut lainnya.
Limpahan limbah yang terjadi di laut diakibatkan oleh berbagai aktivitas, baik industri, alat transportasi seperti kapal dan tanker, maupun aktivitas penduduk.
"Rata-rata, limbah industri mengalir bebas ke laut," kata Ediwan. (LNO/KWR)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013