Umbi Dahlia alternatif pengganti gula diabetes

27 Januari 2013 07:28 WIB

Penderita diabetes mellitus selama ini memakai gula pengganti dari jagung, dengan temuan ini mereka bisa mengkonsumsi gula dari umbi dahlia,"

Bogor (ANTARA News) - Para peneliti di Institut Pertanian Bogor dalam risetnya menemukan teknologi biokonversi umbi dahlia menjadi gula fruktosa dan frukto-oligosakarida (FOS) yang dapat menjadi pengganti gula bagi penderita penyakit diabetes mellitus atau kencing manis.

Kepala Humas IPB Ir Henny Windarti, MS.i di Bogor, Minggu mengemukakan, peneliti tersebut adalah Prof Djumali Mangunwidjaya, Dr Mulyorini Rahayuningsih serta Drs Purwoko, M.Sc, dari Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta).

"Penderita diabetes mellitus selama ini memakai gula pengganti dari jagung, dengan temuan ini mereka bisa mengkonsumsi gula dari umbi dahlia," kata Djumali Mangunwidjaya.

Ia menjelaskan, bila inulin dahlia dipecah secara hidrolisis sempurna dengan enzim inulinase, akan dihasilkan fruktosa. "Fruktosa umbi dahlia ini dapat digunakan sebagai alternatif pengganti gula dan aman dikonsumsi bagi penderita diabetes mellitus," katanya.

Inulin adalah polisakarida yang tersusun atas satuan-satuan (monomer) fruktosa.

Menurut dia, bila inulin diurai secara hidrolisis parsial (sebagian) dengan enzim inulinase tertentu akan diperoleh FOS yang harga jualnya jauh lebih mahal dari inulin maupun fruktosa.

Djumali menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan sejak tahun 1991 hingga sekarang ini terinspirasi kala ia sedang menyelesaikan studi S2 dan S3 di Institut National Polytechnique de Lorraine dan Universitas Nancy I, Prancis.

"Di Eropa saya melihat umbi chicory (Chicoryum intybus) dan Jerusalem artichoke (Helianthus tuberosus) dibudidayakan dalam skala besar-besaran dan menjadi bahan baku pembuatan FOS. Chicory adalah tanaman sayuran yang berara manis. Bila kita memakannya maka kita harus mengupasnya selapis demi selapis. Chicory dan artichoke hanya bisa tumbuh di daerah beriklim sedang atau subtropis," katanya.

Saat di Indonesia, berdasarkan riset pustaka, Djumali menggali informasi bahwa tanaman dahlia mempunyai kesamaan dengan chicory dalam hal menghasilkan umbi dan rasanya manis. Berdasarkan informasi awal itu, selanjutnya dilakukan penelitian mengenai ekstraksi inulin.

Tanaman tropis yang juga ditengarai mengandung inulin, kata dia, adalah ialah tanaman pandan, pisang, bawang merah, bawang putih, dan asparagus. Namun, kata dia, diduga kandungannya lebih rendah dibanding umbi dahlia.

Teknologi konversi

Dari situlah Djumali bersama rekannya tersebut mulai melakukan penelitian tentang dahlia dan mengembangkan teknologi untuk mengkonversi (mengubah) inulin umbi dahlia menjadi gula fruktosa dan FOS.

Dengan melihat potensi umbi dahlia sebagai bahan baku pembuatan fruktosa dan FOS ini, Djumali dan tim telah membuat teknologi biokonversinya.

"Teknologi biokonversi yang dikembangkan ini dapat memproduksi fruktosa dan FOS sekaligus. Prosesnya ramah lingkungan, hemat energi dan berkinerja tinggi. Teknologi ini mampu mengkonversi secara sempurna (97 persen) inulin menjadi fruktosa dan FOS," katanya mengungkapkan.

Menurut dia, yang terpenting dari penelitian itu, teknologi ini bisa diintegrasikan dengan industri bunga potong dahlia dan dapat dikembangkan di wilayah perdesaan, sehingga mampu meningkatkan pendapatan para petani.

Secara teknis, ia menjelaskan bahwa untuk memperoleh inulin caranya cukup sederhana.

Pertama-tama umbi dahlia kita kupas, kemudian diiris kecil-kecil, lalu dijemur. Setelah itu irisan kering umbi dahlia dibuat tepung dan dilarutkan dalam air hangat, dan diendapkan.

"Umbi dahlia tidak bisa larut dalam air dingin, oleh karenanya kita memakai air hangat. Selanjutnya kita endapkan dengan alkohol dan dipisahkan. Endapan ini dikeringkan, maka diperolehlah inulin. Umbi dahlia kering mengandung 51,5 - 82 persen inulin," katanya.

Inulin, khususnya FOS, kata dia, meningkatkan kualitas pangan, seperti susu instan, yoghurt, es krim, dan biskuit bayi.

Ia menjelaskan, inulin dan FOS di dalam kolon (usus besar) akan difermentasi menjadi asam lemak rantai pendek dan mikroflora yang menghasilkan asam laktat.

Asam laktat menghambat pertumbuhan bakteri merugikan, mencegah konstipasi (sembelit), dan meningkatkan penyerapan kalsium untuk mencegah osteoporosis.

Ditambahkan bahwa inulin dan FOS seringkali dijadikan pangan fungsional (prebiotik) dan dapat meningkatkan kekebalan tubuh.

(ANT)


Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013