“Pendataan awal ekosistem tenun yang ada di Indonesia bekerja sama dengan beberapa ahli dan desainer yang memiliki basis di daerah seperti Samuel Watimena untuk tenun ikat dan pahikung Sumba yang meliputi Kabupaten Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Sumba Barat di NTT,” kata Direktur Pengembangan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbudristek Irini Dewi Wanti ketika berkunjung ke Kampung Raja Prailiu, Sumba Timur, NTT, Kamis.
Irini menuturkan hasil dari pendataan tersebut akan ditindak lanjuti oleh pemangku kepentingan setelah mendapatkan masukan sebagai upaya memaksimalkan potensi budaya yang dimiliki oleh masyarakat khususnya di Sumba Timur.
Berdasarkan pendataan awal yang dihasilkan, penenun di wilayah NTT yang masih aktif ada 476 orang baik menenun secara individu maupun kelompok. Diketahui pula ada 19 maestro, dimana jumlah ini membuat NTT menjadi provinsi dengan maestro tenun terbanyak dibanding daerah lain yang masuk dalam lokus pendataan Kemendikbudristek.
Perihal motif tenun, Sumba secara keseluruhan memiliki 85 jenis motif yang 94 persen motifnya masih tetap bertahan hingga hari ini serta ada pengembangan. Biasanya motif diambil dari bentuk flora fauna serta simbol yang identik dengan kepercayaan Marapu, sebuah kepercayaan yang dianut oleh masyarakat di Sumba.
Dalam kesehariannya penenun biasanya melakukan aktivitas menenun di rumah maupun berkumpul di sentra atau rumah tenun yang ada. Banyaknya penenun yang ada di Sumba ini juga dari adanya kebijakan pemerintah daerah untuk memasukkan tenun dalam pembelajaran melalui muatan lokal.
Tenun ikat bagi masyarakat Sumba memiliki nilai penting baik secara sosial maupun budaya, karena masih digunakan untuk ritual adat dalam upacara-upacara daur hidup mulai dari kelahiran hingga kematian seseorang. Dalam perkembangannya, tenun juga sudah berkembang menjadi produk ekonomi kreatif yang mendukung UMKM dan pariwisata.
Penenun juga sudah mulai aktif berpromosi melalui berbagai media sosial dan menerima pesanan-pesanan produk tenun.
Pendataan serupa juga di jalankan di daerah Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Kabupaten Sambas di Kalimantan Barat, Kepulauan Tanimbar, Kota Saumlaki di Maluku sejak tahun 2022 lalu.
Lebih lanjut Irini mengatakan kegiatan pendataan ekosistem ini tidak hanya berusaha untuk mengumpulkan data dari jumlah penenun yang masih ada, tapi juga dimana mereka melakukan proses menenun dan berapa maestro yang masih bertahan hingga hari ini dan bagaimana pengetahuan tradisional ini diajarkan kepada generasi selanjutnya.
Pendataan juga termasuk akan motif-motif tradisional yang ada dan kondisi motif-motif tersebut apakah masih diproduksi atau digunakan atau sudah hilang, hal ini berkaitan pula dengan fungsi serta makna nilai budaya serta sosial tenun atau motif tenun tersebut dalam kedudukannya di masyarakat serta apakah memiliki nilai secara ekonomi bagi masyarakat pengampunya.
“Dalam pendataan ini juga kita melihat upaya apa yang sudah dilakukan oleh berbagai pihak baik itu masyarakat sendiri, komunitas, maupun pemerintah sebagai upaya untuk pelestarian tenun di wilayah masing-masing,” ucapnya.
Baca juga: Kemendikbud: Masyarakat adat miliki potensi dongkrak ekonomi daerah
Baca juga: Kemendikbud fasilitasi pendidikan kepercayaan Marapu di Sumba Timur
Baca juga: Kemendikbud tingkatkan kualitas SDM Pulau Pramuka lewat Olahrasa
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023