"Anggota DPR perempuan punya peran penting memperjuangkan perempuan, ibu, dan anak karena memperjuangkan kaumnya sendiri," kata Puan dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Penegasan itu disampaikan Puan menyusul adanya polemik mengenai Pasal 8 Ayat (2) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Keterwakilan Perempuan Dalam Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada Pemilu 2024.
"Jadi, aturan pemilu harus mendukung peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen, bukan malah sebaliknya,” katanya menegaskan.
Baca juga: Bamsoet dorong komitmen KPU revisi PKPU 10/2023
Pasal 8 Ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 mengatur soal pembulatan desimal ke bawah dalam teknis penghitungan proporsi jumlah perempuan pada satu daerah pemilihan (dapil). Namun, sebagian kalangan khawatir aturan tersebut dapat membuat keterwakilan perempuan sebagai calon anggota legislatif menjadi di bawah 30 persen.
Dalam pasal itu disebutkan apabila penghitungan 30 persen jumlah bakal caleg perempuan pada setiap dapil menghasilkan angka pecahan desimal di belakang koma kurang dari 50 maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah. Apabila hasil lebih dari 50, baru penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.
Beleid tersebut berbeda dengan pengaturan Pemilu 2019, yakni pada Pasal 6 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 mengatur apabila dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal caleg perempuan di setiap Dapil menghasilkan angka pecahan maka dilakukan pembulatan ke atas.
Puan pun berharap aturan Pemilu lebih mengakomodir keterwakilan perempuan. "Jangan sampai mundur lagi, karena aturan yang mungkin maksudnya mempermudah proses penghitungan, tapi justru merugikan kalangan perempuan," harapnya.
Baca juga: PP 'Aisyiyah minta KPU segera revisi aturan keterwakilan perempuan
Puan menyoroti laporan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang memprediksi akan banyak dapil yang terdampak apabila aturan baru PKPU diterapkan. Padahal, saat ini sudah terjadi peningkatan jumlah perempuan yang terpilih menjadi anggota DPR RI.
Pada periode 2014-2019, total anggota DPR perempuan hanya 17 persen. Namun, pada periode 2019-2024, jumlah perempuan yang menjadi anggota DPR RI meningkat menjadi sekitar 21 persen.
Menurut Puan, seharusnya aturan yang ada justru mendukung peningkatan eksistensi perempuan. Apalagi sudah terbukti, kepemimpinan perempuan sudah banyak membawa manfaat bagi kesejahteraan rakyat.
Baca juga: Guru Besar UI: KPU harus percaya diri tetap revisi PKPU 10/2023
Dia mencontohkan keberhasilan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang berhasil disahkan berkat perjuangan masyarakat dan mayoritas datangnya dari kalangan perempuan.
Saat ini produk-produk legislasi pun juga banyak yang mendukung peran perempuan, salah satunya adalah Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).
"Sekarang juga banyak anggota perempuan DPR RI yang menempati posisi pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD). Banyak perempuan Indonesia juga sudah berhasil menjadi kepala daerah atau pemangku kebijakan," ungkapnya.
Puan pun berharap KPU sebagai penyelenggara pemilu kembali mempertimbangkan aturan terkait keterwakilan perempuan di parlemen.
Baca juga: Anggota Komisi II DPR nilai PKPU 10/2023 tidak perlu direvisi
Baca juga: DKPP serahkan soal revisi PKPU Nomor 10/2023 kepada KPU RI
Baca juga: KPU RI konsultasikan revisi PKPU Nomor 10/2023 kepada Komisi II DPR
Pewarta: Fauzi
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023