Analis Bank Woori Saudara (BWS) Rully Nova menyatakan pelemahan rupiah masih disebabkan peningkatan ekspektasi kenaikan suku bunga oleh The Fed pada pertemuan Juni 2023 dan didukung data-data ekonomi AS yang kuat.Pelemahan rupiah yang lebih dalam lagi tertahan oleh ekspektasi pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II, yang lebih tinggi dibanding triwulan I dan tren penurunan inflasi
"Pelemahan rupiah yang lebih dalam lagi tertahan oleh ekspektasi pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II, yang lebih tinggi dibanding triwulan I dan tren penurunan inflasi," katanya saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, pelemahan rupiah terhadap dolar AS di akhir penutupan perdagangan lebih rendah dibanding pelemahan rupiah di awal perdagangan pagi.
Ke depan, tren inflasi masih berlanjut, asal tidak ada kenaikan dari harga yang diatur pemerintah seperti bahan bakar minyak (BBM) dan listrik.
"Di global, juga sedang berlangsung tren penurunan harga energi dan komoditas," ucapnya.
Menurut dia, beberapa negara sudah memasuki resesi, ditambah pertumbuhan ekonomi China juga belum kuat.
"Resesi berpotensi dialami negara-negara lain karena indeks dolar AS yang masih tinggi berakibat pada penurunan aktivitas perdagangan global," ungkap Rully.
Namun, ia meyakini Indonesia tidak akan terkena imbas dari risiko resesi global karena pertumbuhan ekonomi masih ditopang oleh konsumsi domestik dan sistem keuangan serta perbankan Indonesia belum terlalu dalam, serta keterkaitan langsung dengan keuangan global juga masih rendah.
Baca juga: Analis: Pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih terbuka
Baca juga: Rupiah pada Rabu pagi melemah jadi Rp15.006 per dolar AS
Baca juga: Pengamat: Kebijakan suku bunga tinggi jadi penguat dolar AS
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2023