Depok (ANTARA News) - Universitas Indonesia (UI) menganugerahkan gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dalam bidang Linguistik kepada Prof Dr Willem Arnoldus Laurens Stokhof atas jasa dan kontribusinya dalam pengembangan linguistik, penelitian bahasa-bahasa dan pembinaan linguis di Indonesia.Stokhof mengawali penelitian dari kunjungannya ke Kepulauan Alor NTT untuk meneliti empatbelas bahasa daerah di Kepulauan Alor yang diduga terancam punah,"
Penganugerahan dipimpin oleh Pjs Rektor UI Prof Dr Ir Djoko Santoso,MSc di hadapan para sivitas akademika UI, di Balairung, Sabtu sore.
Sekretaris Universitas Indonesia Ketut Surajaya di Depok mengatakan Prof Dr Willem Arnoldus Laurens Stokhof atau kerap dipanggil Stokhof merupakan sosok yang tidak terpisahkan dari Indonesia. Meskipun asli kebangsaan Belanda, di dalam diri Stokhof terdapat rasa cinta sejati kepada Indonesia yang ditunjukkan dengan sumbangsihnya dalam melestarikan bahasa daerah maupun bahasa Indonesia.
"Stokhof mengawali penelitian dari kunjungannya ke Kepulauan Alor NTT untuk meneliti empatbelas bahasa daerah di Kepulauan Alor yang diduga terancam punah," katanya.
Menurut dia sejak empat dasawarsa yang lalu, Stokhof telah menaruh kepedulian sekaligus kekhawatiran akan kepunahan bahasa. Seperti data UNESCO menunjukkan setiap tahun terdapat 10 bahasa dunia yang punah.
Di antara 6.000 bahasa yang kini masih digunakan, hanya tersisa 600-3.000 bahasa yang bertahan menjelang abad ke-21. Kenyataan tersebut terlihat jelas di Indonesia yang memiliki 742 bahasa, namun kini hanya 13 bahasa yang penuturnya di atas 1 juta orang dan sisanya di bawah itu, bahkan ada yang dituturkan di bawah 500 orang.
Berikut adalah sumbangsih yang telah Stokhof berikan bagi bahasa di Indonesia yang sekaligus menjadi alasan (latar belakang) atas penganugerahan Doktor HC. Pertama, Stokhof berperan sebagai penyemai penelitian bahasa-bahasa di Indonesia.
Semangat Stokhof adalah mendokumentasikan bahasa eksotis di Nusantara atau bahasa dengan penutur sedikit agar terus dapat digunakan. Kedua, Sumbangsih Stokhof dalam membina linguis Indonesia melalui pendidikan lanjut formal dalam jenjang magister dan doktor bidang linguistik.
Sumbangsihnya dapat terlihat saat menjabat Programme Director of the Indonesian Linguistics Development Project (ILDEP) yang melahirkan lebih dari 50 magister dan 40 doktor bidang linguistik dan publikasi lebih dari 80 buku mengenai linguistik serta laporan hasil penelitian disertasi yang diterbitkan dalam 40 volume jurnal internasional.
Ketiga, sumbangsihnya dalam membina generasi muda Indonesia melalui program-program kolaboratif. Aktivitas Stokhof tidak berhenti hanya berada di lingkar pembinaan kepakaran bidang linguistik melainkan juga menciptakan program kolaboratif yang diarahkan kepada pembinaan kapasitas pengetahuan bagi orang Indonesia, khususnya generasi muda Indonesia.
Keempat, Sumbangsihnya dalam mengembangkan bidang pengkajian Indonesia (Indonesian Studies) di Belanda dan Indonesia. Di Belanda, Stokhof memantapkan citra Leiden University sebagai salah satu pusat kajian Indonesia yang menjadi model bagi pengembangan program kajian Indonesia di
seluruh dunia. Kedepannya, secara bertahap, bukan hanya Belanda dan negara barat lainnya yang menjadi pusat pengkajian Indonesia, melainkan Indonesia sendiri yang menjadi tuan rumah bagi kajian tentang Indonesia (Indonesian Studies).
Selain dalam lingkup linguistik, Stokhof juga mengadakan pengkajian antardisiplin tentang Papua. Selain itu ia juga mengembangkan kerja sama dengan Kemendikbud RI dan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dalam mengembangkan kepakaran para akademisi muda bidang linguistik melalui beasiswa jenjang magister dan doktor.
Ia juga mendirikan Institute for the Study of Islam in the Modern World (ISIM) yang mengembangkan pengkajian Islam di Leiden, Belanda.
Sebelumnya, sejak 1985 ia mengembangkan kerja sama dengan Kemenag RI dalam membina intelektual muda muslim Indonesia untuk memiliki jiwa kepemimpinan, keterbukaan atas pluralitas, dan intelektualitas dalam lingkup kajian keislaman (Islamic studies) melalui program Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS), yang kemudian berlanjut menjadi The Indonesian Young Leaders Programme: Muslim Intellectuals as Agents of Change. Tidak kurang dari 80 magister dan 30 doktor dihasilkan dari program tersebut.
(F006/M019)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013