PT Pertamina East Natuna merupakan afiliasi dari PHE, selaku Subholding Upstream, atas pengelolaan WK tersebut.
"Kami akan terus berupaya mengembangkan bisnis hulu migas secara berkelanjutan serta meningkatkan produksi migas guna menjaga ketahanan energi nasional," ucap Direktur Utama PHE Wiko Migantoro dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Penandatanganan dilakukan oleh Direktur PT Pertamina East Natuna Wisnu Hindadari dan Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto serta disaksikan langsung oleh Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji dan Direktur Utama PHE Wiko Migantoro di Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jakarta, Selasa (30/5). KKS WK East Natuna itu akan berlaku selama 30 tahun dengan menggunakan skema cost recovery.
PHE, kata Wiko, berkomitmen untuk menjadikan East Natuna sebagai aset strategis, tidak hanya untuk peningkatan ketersediaan sumber energi dalam rangka pemenuhan kebutuhan nasional, namun juga untuk ikut serta menjaga kedaulatan NKRI.
Baca juga: Legislator: PHE miliki peran penting dalam produksi migas nasional
Baca juga: Anggota DPR sebut PHE perlu dukungan untuk ketahanan energi nasional
PHE menyatakan terus berinvestasi dalam pengelolaan operasi dan bisnis hulu migas sesuai prinsip environment, social, and governance untuk mendukung target pemerintah dalam mencapai produksi minyak 1 juta BOPD dan produksi gas 12 BCFD pada 2030.
WK East Natuna yang akan dikelola 100 persen oleh PT Pertamina East Natuna memiliki luas 10,484 kilometer (km) persegi, berada di bagian utara cekungan East Natuna.
Adapun secara geografis, terletak di-offshore Laut Natuna, sekitar 250 km dari Kepulauan Natuna dan berada di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia-Vietnam.
PHE menyebut penandatanganan KKS WK East Natuna merupakan awal baru dari dimulainya kembali upaya aktif untuk pengembangan area tersebut. Pada 1973, operator General Italian Oil Company (AGIP) menemukan gas di lapangan AL (Natuna D-Alpha) dengan potensi hidrokarbon yang sangat tinggi dan estimasi sumber daya hidrokarbon mencapai lebih dari 200 TCF.
Dari hasil temuan tersebut, terdapat kandungan 70 persen CO2 yang menjadikan pengembangan area tersebut menjadi tantangan tersendiri serta memerlukan solusi teknologi carbon capture storage/carbon capture utilization storage (CCS/CCUS) yang ekonomis.
Pada 2017, Pertamina mendapatkan penugasan untuk mengelola wilayah East Natuna termasuk lapangan AL, yang ditindaklanjuti dengan proses penyerahan data oleh kontraktor sebelumnya kepada pemerintah yang diwakili oleh Pertamina.
Paralel dengan proses penyerahan data, Pertamina mencari peluang pengembangan East Natuna dengan mindset yang berbeda, yaitu dengan melakukan eksplorasi dengan fokus pada penemuan minyak sehingga dapat mempercepat pengembangan lapangan.
Pertamina menyampaikan rencana tersebut kepada pemerintah pada 2020 kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan studi geologi dan geofisika bersama LAPI ITB yang berlangsung pada 2021-2022.
Berdasarkan studi geologi dan geofisika serta kajian pre-conceptual development yang telah dilakukan, PHE mengajukan usulan pengelolaan WK East Natuna dengan fokus pada eksplorasi minyak di area bagian utara cekungan East Natuna. Sedangkan lapangan AL dan area di luar WK East Natuna akan ditenderkan kembali oleh pemerintah.
PHE menginformasikan total investasi komitmen pasti tiga tahun pertama pada WK East Natuna tersebut sebesar 12,5 juta dolar AS meliputi kegiatan studi geology and geophysic (G&G), akuisisi, dan processing 430 km persegi data seismik 3D serta pengeboran satu sumur eksplorasi.
Baca juga: Pengamat: Skor 85,05 assesment GCG beri prospek positif PHE
Baca juga: Pertamina Hulu Energi raih skor 85,05 dalam asesmen GCG
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023