"Pemerintah tidak membentuk pansel karena terikat pada keputusan Mahkamah Konstitusi," kata Mahfud kepada awak media di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat.
Mahfud menyampaikan bahwa dalam sejumlah diskusi internal Pemerintah mengenai putusan MK tersebut beberapa pihak tidak sepenuhnya setuju dengan putusan itu.
Akan tetapi, pemerintah memilih sikap konstitusional mengikuti putusan MK itu.
"Keadaban konstitusional kita putusan MK itu harus diikuti, karena sekali tidak mengikuti nanti berikutnya pemerintah juga membangkang terhadap putusan MK," ujarnya.
Sebelum MK mengeluarkan putusan gugatan uji materi Nomor 112/PUU-XX/2022, pemerintah sebetulnya tengah memfinalisasi pembentukan panitia seleksi calon pimpinan KPK.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada 24 Mei 2023 menyatakan bahwa pansel calon pimpinan KPK itu rencananya mulai bekerja pertengahan Juni 2023.
Kendati demikian, pada 25 Mei 2023, Majelis Konstitusi yang dipimpin Hakim Konstitusi Anwar Usman menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang semula berbunyi, "Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun" bertentangan dengan UUD 1945 sehingga pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyatakan bahwa ketentuan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tidak saja bersifat diskriminatif, tetapi juga tidak adil jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya.
Masa jabatan pimpinan KPK selama lima tahun dinilai jauh lebih bermanfaat dan efisien jika disesuaikan dengan komisi independen lainnya.
Uji materi itu diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang menggugat UU Nomor 19 Tahun 2019 khususnya Pasal 29 e dan Pasal 34 terhadap Pasal 28 D ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan Pasal 28 I ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor 112/PUU-XX/2022.
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023