Hal itu disebabkan, setiap calon guru harus mengenal sosok peserta didik yang beragam sosio-kulturalnya, katanya di Padang, Selasa.
Pendapatan tersebut disampaikannya saat memberikan materi dalam Lokakarya bertemakan "Pengembangan Kurikulum Program S1" digelar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bung Hatta (FKIP-UBH) Padang.
Menurut dia, agar dapat mengenal sosok peserta didik yang beragam dari sisi sosio-kulturalnya, maka pengenalan tentang multikulturalisme harus masuk dalam pengembangan kurikulum pendidikan guru.
Ia menjelaskan, multukulturalisme mengandung pengertian tentang budaya yang terwujud dalam pola pikir, cara pandang, sikap dan perilaku seseorang yang unik dan berbeda dari orang lain.
Prof Sapriya menyebutkan, keunikan dan keberbedaan peserta didik dipengaruhi oleh nilai-nilai lokal yang dianut oleh sekelompok masyarakat tertentu dan dari mana dia berasal.
Selain itu, perbedaan budaya juga dipengaruhi oleh identitas yang bisa ditinjau dari gender, agama dan bahasa yang digunakan maupun perkembangan usia peserta didik tersebut, tambahnya.
Karena itu, prinsip-prinsip pengembangan kurikulum pendidikan harus mencakup antara lain, keutuhan pendidikan profesional guru, keterkaitan belajar mengajar dan koherensi antar konten kurikulum.
Lalu, harus ada pengenalan multikulturalisme dan kearifan lokal, pembaharuan dan kesinambungan, fleksibilitas, hak asasi manusia, kesetaraan gender, pendidikan inklusi, kesadaran lingkungan dan demokrasi, katanya.
Lokakarya pengembangan kurikulum itu, diikuti seluruh dosen dari tujuh program studi di lingkungan FKIP-UBH yang dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor I UBH Dr Eko Alfares Z MSAA. (H014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013