Penjabat Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw menyebut penanganan stunting yang mencapai 2.563 anak di daerahnya dilakukan dengan strategi kemauan dan upaya kolektif semua pihak."Keseriusan pemimpin daerah, melalui program dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya makanan bergizi harus dilakukan...,"
Untuk menurunkan angka stunting hingga 35 persen dalam waktu 3 Bulan dan 70 persen dalam 6 bulan bukan sebuah angan-angan, jika dilakukan semua pihak Baik Provinsi, Kabupaten, dan Swasta.
"Pertama harus ada komitmen dan kemauan kepala daerah untuk menyelesaikan permasalahan ini, dari 7 Kabupaten kita sudah melihat itu hanya di Kabupaten Manokwari Selatan yang tidak dihadiri oleh Bupati saat melakukan koordinasi percepatan Stunting," kata Waterpauw di Manokwari, Sabtu.
Selanjutnya, upaya kolektif dari semua pihak melakukan intervensi, diantaranya dengan mengangkat anak penderita stunting untuk di asuh seperti yang dicontohkan dalam beberapa kesempatan.
Jika jumlah penderita stunting di Papua Barat yang mencapai 2.563 di bagi habis, dimana setiap OPD Kabupaten dan Provinsi mengangkat anak asuh juga diikuti oleh swasta maka intervensi akan lebih tepat sasaran.
"Saya contohkan, pada 5 Anak yang saya angkat di Kabupaten teluk Bintuni saat ini 4 diantaranya sudah dinyatakan tidak stunting lagi oleh petugas medis, ini membuktikan upaya ini tidak sia-sia," lanjut dia.
Intervensi yang dilakukan pemerintah melalui pendamping dan juga posyandu yang ada didekat penderita stunting, sehingga pengawasan lebih terjamin dan teratur.
Lebih terperinci, penderita stunting terbagi dalam beberapa kategori yakni gizi buruk dan gagal tumbuh murni. Untuk kasus gizi buruk orang tua asuh melakukan intervensi pada apa yang dikonsumsi sementara pada kasus gagal tumbuh perlu penanganan yang lebih serius dan pengawasan yang lebih lama.
"Kita menggolongkan anak yang hanya gizi buruk dan stunting murni, ada anak yang hanya kekurangan gizi tetapi ada juga yang benar-benar gagal tumbuh seperti usia diatasi 2 tahun namun belum bisa melakukan aktivitas, ini memang agak sulit," ungkap Waterpauw.
Saat melakukan kunjungan kerja ke sejumlah Kabupaten di Papua Barat, dirinya mendapati di Kabupaten Manokwari selatan anak usia 4 tahun namun belum bisa melakukan aktivitas sama sekali, serta anak usia diatasi satu tahun yang bahkan belum mampu berdiri.
Padahal, jika dilihat dari sumberdaya alam yang ada di kabupaten tersebut berupa perkebunan plasma coklat tentu penghasilan masyarakatnya tidak ada masalah.
"Keseriusan pemimpin daerah, melalui program dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya makanan bergizi harus dilakukan, daerah kita sangat banyak menghasilkan makanan lokal yang bergizi," harpanya.
Hal itu berbeda dengan Kabupaten Pegunungan Arfak, yang kondisi penderita Stunting sangat baik dimana pemerintah daerahnya hanya menambah kecukupan gizi pada anak.
"di Anggi Kabupaten Pegunungan Arfak dari 67 anak ternyata hanya 2 saja yang masuk kategori stunting, sementara sisanya dinyatakan sehat oleh petugas medis," tuturnya.
Lebih lanjut Waterpauw menyebut, Satu permasalahan yang masih kerap terjadi di wilayah Papua Barat, yakni Pernikahan usia dini yang merupakan salah satu penyebab terjadinya stunting pada anak akibat kurangnya ilmu dan pengalaman dalam merawat buah hati.
"Usia pernikahan menjadi faktor penting terjadinya stunting, sehingga sebisa mungkin kita hindari. Dalan beberapa kasus akibat terlalu cepat menikah minim pengalaman dan rendahnya ilmu pengetahuan tentang pemenuhan gizi pada anak," sambung orang nomer satu di Papua Barat itu.
Paulus Waterpauw juga memberikan motivasi kepada semua pihak bahwa akan sangat memalukan jika kondisi stunting di Papua Barat terus berlanjut, dengan kebanggaan daerah yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah.
"Pemerintah pusat minta kita serius tangani stunting, malu lah kita Papua Barat jika kondisi ini terus berkepanjangan. Sehingga kemauan dan upaya kolektif yang bisa menyelesaikannya," tutup dia.
Sebagai informasi, Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka stunting di wilayah Papua Barat sebesar 30 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan sebanyak 3,8 persen di banding Tahun 2021 sebesar 26,2 persen.
Kabupaten Pegunungan Arfak tercatat sebagai wilayah dengan prevalensi balita stunting tertinggi di Papua Barat yakni mencapai 51,5 persen, Selanjutnya Kabupaten Manokwari 36,6 persen, serta Kaimana 29,2 persen.
Baca juga: Papua Barat bentuk satgas intervensi kemiskinan ekstrem dan stunting
Baca juga: Pemda Sorong kukuhkan bapak dan bunda asuh guna penanganan stunting
Baca juga: Dinkes Papua Barat revitalisasi 1.052 Posyandu untuk tangani stunting
Baca juga: Kemendagri serukan optimalisasi APBD untuk penanganan stunting
Pewarta: Tri Adi Santoso
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2023