"Kebun tua itu produktif tetapi tidak maksimal," ujar Wakil Kepala Kompartemen Pemasaran dan Mutu BPD AEKI Sumut Fadli Hazmi kepada ANTARA di kantornya, Medan, Kamis.
Menurut Fadli, kebun kopi tergolong tua jika sudah berumur lebih dari 15-20 tahun, sementara kebun yang produktivitasnya maksimal berumur lebih dari lima tahun.
Di Sumut, dia melanjutkan, hampir semua wilayah penghasil kopi memiliki kebun tua mengingat jejak panjang provinsi tersebut di perkebunan kopi.
"Di Sumut banyak lahan tua karena merupakan sentra kopi," kata Fadli.
Akan tetapi, persoalan itu bukan berarti tidak bisa ditangani. Namun, Fadil menegaskan, hal tersebut perlu kerja sama semua pihak atau dalam hal ini petani, pengusaha dan pemerintah.
Pertukaran wawasan dan kemampuan dari para pemangku kepentingan disebut Fahmi berpotensi menjadi solusi pemanfaatan kebun kopi tua.
"Pemerintah, misalnya, bisa memetakan di mana kebun-kebun tua dan menggandeng akademisi untuk menemukan cara bagaimana merawat lahan tersebut," tutur dia.
Akan tetapi, berdasarkan pengamatan Fadli, petani kopi di beberapa wilayah sudah mulai mengembangkan kebun kopi baru seperti di Simalungun, Mandailing Natal dan Sipirok.
Saat ini, dia menambahkan, para petani di sana sudah menanam dan menghasilkan kopi. Akan tetapi, mengingat usia lahan yang masih muda, Fadli memprediksi kebun tersebut masih dapat berkembang lebih jauh.
"Hasil maksimalnya sepertinya baru dirasakan pada dua sampai tiga tahun ke depan," ujar Fadli.
Baca juga: Kopi Mandailing Indonesia produk paling favorit, kata importir Jepang
Baca juga: Menparekraf Sandiaga Uno nikmati Kopi Lintong di Tapanuli Utara
Baca juga: Mengangkat kembali kejayaan Kopi Sidikalang
Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023