"Generasi muda harus paham bagaimana cara kelompok radikal melakukan aksinya dan harus tahu bagaimana mencegah terjadinya penyebaran narasi keagamaan yang keliru itu, dan mengurangi dampak dari aksi kelompok radikal di dunia maya," kata Ulil dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Hal itu disampaikan Ulil saat pengukuhan Duta Damai Santri dan Regenerasi Duta Damai Dunia Maya Regional Jawa Tengah di Semarang, Kamis (15/6).
Ulil menilai maraknya narasi keagamaan yang keliru di media sosial, bisa menjadi salah satu akar dari radikalisme berbasis agama. Menurut dia, narasi keagamaan yang keliru seringkali menyebar dengan cepat dan luas di media sosial dan dapat mempengaruhi pemahaman agama seseorang secara negatif.
"Peran generasi muda di dalam menghadapi narasi keberagamaan yang radikal yang paling utama adalah memahami bagaimana cara kerja kelompok ini," ujarnya.
Baca juga: Wapres Ma'ruf imbau khutbah keagamaan serukan narasi kerukunan
Menurut Ulil, kaum millenial tidak akan bisa menanggapi ideologi radikal jika tidak memahami cara kerja kelompok tersebut berselancar di dunia maya. Dia menjelaskan setelah mengetahui dan memahami, baru bisa merumuskan narasi tandingan.
"Narasi tandingan ini sebetulnya narasi yang tidak berangkat dari 0, karena narasi tandingan ini praktek keagamaan dan praktik dakwah yang sudah berlangsung di Indonesia selama beradab-abad," katanya.
Namun pada kenyataannya menurut dia, masih banyak generasi muda termasuk para santri yang hanya menjadi pengguna media sosial yang pasif, padahal mereka memiliki ilmu agama yang cukup.
Ulil mengungkapkan bahwa santri memiliki ilmu yang banyak dan bagus karena mereka belajar ilmu Islam dari para kiai, namun memiliki beberapa kekurangan.
"Kelemahan para santri mereka kurang artikulatif, kurang banyak menulis, kurang banyak membuat dan memproduksi konten dan juga kurang canggih memahami bahasa komunikasi saat ini," tuturnya.
Ulil juga menyampaikan akar penyebab radikalisme berbasis agama sangat kompleks dan ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kemunculannya. Karena itu menurut dia, radikalisme berbasis agama tidak bisa dipisahkan dari konteks masyarakat modern dengan seluruh karakteristik masyarakat.
Dia mengungkapkan bahwa faktor yang berkontribusi terhadap munculnya radikalisme berbasis agama antara lain tekanan politik, solidaritas agama, budaya keagamaan masyarakat, kebijakan pemerintah, dan pendidikan.
"Faktor-faktor tersebut dapat menciptakan rasa marginalisasi, frustrasi, dan keputusasaan yang dapat menyebabkan individu menganut ideologi radikal," ujarnya.
Menurut dia, untuk mengatasi masalah radikalisme berbasis agama, penting untuk mengatasi akar penyebabnya dan mempromosikan pendidikan, toleransi, dan pemahaman.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023