Adapun saat ini suku bunga Fed berada dalam rentang 5 persen sampai 5,25 persen, setelah kenaikan 25 basis poin (bps) pada bulan Mei 2023.
"Semula kami perkirakan terminalnya di 5,25 persen, namun ada kemungkinan baseline kami pada Juli nanti suku bunga Fed akan naik menjadi 5,5 persen," kata Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur Bulan Juni 2023 di Jakarta, Kamis.
Masih adanya kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Fed alias Federal Funds Rate (FFR) ke depan, menurut Perry, disebabkan oleh tekanan inflasi Negeri Paman Sam yang masih tinggi terutama karena keketatan pasar tenaga kerja, di tengah kondisi ekonomi yang cukup baik dan tekanan stabilitas sistem keuangan (SSK) yang mereda.
AS merupakan negara yang paling cepat melakukan vaksinasi COVID-19 sehingga permintaan masyarakatnya cepat meningkat, sedangkan suplai di Negeri Adidaya tersebut masih terganggu akibat COVID-19, ketegangan dengan Tiongkok, serta perang Rusia dan Ukraina.
Kondisi itu menyebabkan inflasi AS melonjak naik, bahkan sempat menyentuh angka 9 persen, sehingga The Fed secara agresif menaikkan suku bunga acuan.
Kendati Fed sudah mengerek suku bunga dengan agresif, penurunan inflasi di Negeri Paman Sam cenderung lambat. Perry menjelaskan hal tersebut lantaran pasokan di AS masih susah meningkat dan permintaannya tidak bisa hanya dikendalikan oleh kenaikan suku bunga acuan.
"Terlebih lagi karena inflasi di Amerika itu juga terjadi di sektor jasa," ujarnya menambahkan.
Di satu sisi, lanjut dia, terdapat kebijakan pembatasan imigrasi di AS sehingga suplai dari tenaga kerja yang dulunya banyak diisi imigran kini menjadi terbatas.
Baca juga: BI pertahankan suku bunga acuan di posisi 5,75 persen
Baca juga: Analis: Rupiah kuat karena penurunan index dolar AS
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023