• Beranda
  • Berita
  • Melawan stigma pencemar melalui industri batik "hijau"

Melawan stigma pencemar melalui industri batik "hijau"

23 Juni 2023 12:48 WIB
Melawan stigma pencemar melalui industri batik "hijau"
General Manager Paradise Batik M Anwar Karim. ANTARA/Sella Panduarsa Gareta/am.

Capaian tersebut sekaligus menepis stigma bahwa industri batik Tanah Air mencemari lingkungan.

Keistimewaan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non-bendawi oleh UNESCO tak perlu diragukan lagi. Teknik pembuatan, simbolisme, dan pemanfaatan batik yang lekat dengan rakyat Indonesia, menjadi alasan kuat pengakuan tersebut dinobatkan pada 2 Oktober 2009.

Sejak saat itu, industri batik memiliki peran penting dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional, yang tercermin dari capaian nilai ekspor batik Indonesia yang menembus angka 49,63 juta dolar AS (sekitar Rp735 miliar) pada 2022, naik signifikan jika dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 39,76 juta dolar AS atau sekitar Rp595 miliar.

Potensi industri batik nasional juga terlihat dari kemunculan 47.000 unit usaha batik yang tersebar di 101 sentra di berbagai wilayah Indonesia. Batik, yang merupakan sektor padat karya, mampu menyerap tenaga kerja hingga 200 ribu orang.

Sayangnya, kemolekan industri batik Tanah Air masih diwarnai stigma pencemaran lingkungan  karena limbah yang dihasilkan dari proses pembuatannya.

Untuk itu, Kepala Balai Besar Standarisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik (BBSPJIKB) Kementerian Perindustrian Tirta Wisnu Permana menegaskan Pemerintah terus berupaya meningkatkan daya saing industri batik Indonesia, yang salah satunya dengan mendorong proses pembuatan batik ramah lingkungan.

Tujuannya adalah untuk menciptakan efisiensi pemakaian bahan baku, energi, dan hemat air,  agar limbah yang dihasilkan lebih sedikit,  sehingga prinsip industri hijau yang dapat mendukung konsep ekonomi secara berkelanjutan, dapat diimplementasikan.

Hal itulah yang coba direalisasikan oleh salah satu industri kecil menengah (IKM) bernama Paradise Batik yang terletak di antara kawasan persawahan Kotagede, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Paradise Batik merupakan salah satu perusahaan bidang perdagangan yang memproduksi dan menjual busana siap pakai berbahan kain batik eksklusif berkualitas dengan corak kontemporer sejak 1983.

Busana batik yang diproduksi IKM itu dimulai dari pembuatan kain, pembatikan, pewarnaan, hingga penjahitan dengan hasil akhir aneka model pakaian batik untuk pria dan wanita.

IKM yang memadukan warna atraktif dan motif batik tradisional pada setiap produknya tersebut berupaya mewujudkan komitmen untuk membangun sebuah industri batik yang peduli lingkungan dan keberlanjutan.


Sertifikat Industri Hijau

General Manager perusahaan tersebut,   Muhamad Anwar Karim, menyampaikan sejak lama pihaknya menerapkan 3R dalam menjalankan proses bisnisnya, yakni reduce, reuse, dan recycle.

Salah satu bentuk implementasi 3R yang dilakukan adalah memanfaatkan kain batik sisa produksi untuk dibuat menjadi souvenir, tas, atau pakaian variasi lainnya.

IKM tersebut mulai lebih jauh menerapkan industri hijau di pabrik miliknya pada 2020. Hal itu dilakukan setelah berdiskusi intensif dengan pihak terkait, termasuk Balai Batik Kementerian Perindustrian di Yogyakarta, Dinas Lingkungan Hidup, hingga asosiasi terkait.

Dengan merogoh kocek Rp400 juta, IKM itu mulai membuat instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di lingkungan pabrik. Angka tersebut dinilai relatif. Pihaknya berupaya membangun IPAL yang kuat dan tahan gempa, mengingat daerah tempat pabrik didirikan pernah terdampak gempa Yogyakarta.

IPAL yang dimiliki itu memproses limbah dari pewarnaan batik ke dalam beberapa tahap. Limbah pewarnaan dan malam batik dialiri ke sebuah kolam kecil untuk diproses secara fisika, memisahkan cairan dengan residu malam.

Kemudian, air tersebut mengalir ke kolam sebelahnya untuk diproses dan ditempatkan dalam dua tong besar berbentuk piramida terbalik. Setelah itu, masih harus diproses hingga air menjadi lebih jernih dan bekas limbah malam mengendap.

Air dari hasil pemrosesan tersebut dinilai dalam kondisi baik sehingga dapat digunakan untuk mengisi kolam ikan dan mengairi tanaman. Sementara endapan limbah malam yang sudah diproses dapat dijadikan tanah untuk menanam berbagai tumbuhan. Dengan demikian, tak ada sisa limbah yang terbuang percuma.

Selain itu, perusahaan juga membuat ruangan produksi yang minim listrik, terang benderang saat siang hari, tanpa perlu menyalakan lampu. Untuk beberapa ruangan yang membutuhkan lampu, IKM tersebut memasang lampu hemat energi.
 

Suasana pabrik milik Paradise Batik. ANTARA/ Sella Panduarsa Gareta

Kemudian, perusahaan juga memasang alat ukur penggunaan air. Alat tersebut digunakan untuk mengukur penggunaan air dalam produksi setiap helai kain batik. Hal itu dibutuhkan untuk memenuhi standar industri hijau yang ditetapkan.

Pembangunan IPAL dan perangkat lainnya adalah hanya sebagian dari mewujudkan cita-cita menjadi industri batik hijau. Hal yang lebih menantang, yakni menanamkan kesadaran keberlanjutan kepada seluruh karyawan

Komitmen kuat pimpinan untuk membuat industri batik menjadi modal dasar menyatukan visi untuk mencapai industri batik yang ramah lingkungan. Untuk itu, pimpinan perusahaan itu biasanya memberikan arahan setiap pagi, sebelum mulai bekerja.

Dengan demikian, karyawan ikut memiliki tanggung jawab untuk menerapkan standar industri hijau dalam setiap pekerjaannya. Hal itu sangatlah penting, mengingat setiap pekerjaan membutuhkan pencatatan yang terperinci mulai dari produksi batik hulu hingga ke hilir untuk mengetahui ketelusuran produksi setiap helai batik.

Dengan menerapkan standar industri hijau, perusahaan mampu menghemat 10-30 persen penggunaan energi dalam proses produksinya.

Usaha memang tak pernah membohongi hasil. Berbagai upaya yang dilakukan pimpinan dan seluruh karyawan untuk menetapkan industri batik berbuah manis. Pada 2021, Paradise Batik memperoleh Sertifikat Industri Hijau, yang menyatakan bahwa perusahaan telah berhak memakai tanda industri hijau dan diakui pada produk tertentu yang dihasilkan.

Tidak hanya itu, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian juga memberikan Penghargaan Industri Hijau, karena perusahaan industri telah berhasil mendapatkan Sertifikat Industri Hijau sesuai Standar Industri Hijau (SIH) dan mempertahankan konsistensi penerapan Standar Industri Hijau melalui pelaksanaan surveilans.

Dengan demikian, perusahaan itu menjadi yang pertama dan satu-satunya IKM batik penerima Sertifikat Industri Hijau sekaligus Penghargaan Industri Hijau di Indonesia.

Capaian tersebut sekaligus menepis stigma bahwa industri batik Tanah Air mencemari lingkungan. Dengan daya dan upaya yang dilakukannya, sertifikat industri hijau terbukti dapat diraih IKM ramah lingkungan tersebut.

Namun, hal yang jauh lebih penting dari itu adalah eksistensi untuk melestarikan warisan budaya takbenda Indonesia dapat terus terjaga dengan tetap merawat kondisi lingkungan sekitar.



Editor: Achmad Zaenal M

 

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023