Upaya turunkan stunting bukan semata soal angka

26 Juni 2023 20:33 WIB
Upaya turunkan stunting bukan semata soal angka
Sejumlah petugas mengukur tinggi badan balita saat mengikuti Peringatan Hari Gizi Nasional dan peluncuran 1.000 Telur Untuk Balita, Ibu Hamil dalam Upaya Penurunan Angka Stunting di Padang, Sumatera Barat, Rabu (22/2/2023). (ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi/aww)

Ini soal menyelamatkan generasi sesudah kita, cucu dari cucu kita

Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa target penurunan angka stunting pada anak-anak sebesar 14 persen pada 2024 bukan semata soal angka, namun juga bagian dari upaya menyelamatkan generasi masa depan.

Indonesia akan memiliki bonus demografi usia produktif pada sepuluh hingga dua puluh tahun mendatang yang diharapkan melahirkan sumber daya manusia berkualitas unggulan.

"Ini soal menyelamatkan generasi sesudah kita, cucu dari cucu kita. Tahun 2030 atau 2040 nanti, kita akan menghadapi bonus demografi usia yang produktif. Bayangkan kalau pada usia produktif tersebut kemampuannya turun karena generasi stunting dan tidak diatasi dari sekarang," papar Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono, dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika, bertajuk “Langkah Penting Turunkan Stunting" yang diakses secara daring, Senin.

Baca juga: Kemenkes: Dua komponen intervensi spesifik stunting lampaui target

Dante menegaskan bahwa amat penting untuk mengejar penurunan angka stunting sejak dini, agar kelak Indonesia mendapatkan generasi yang unggul, berkualitas, dan mampu untuk berkompetisi.

Kolaborasi antar-lini di semua sektor yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, jelasnya, juga menjadi krusial dalam menerapkan pendekatan spesifik dan sensitif sebagai upaya mencapai target penurunan angka kekurangan gizi anak-anak di Tanah Air.

"Regulasi mengenai stunting sudah ada di semua kabupaten/kota Indonesia, tapi implementasi di setiap daerah tentu berbeda karena punya kekhasan masing-masing. Materi modul sudah kami satukan, Posyandu dan Puskesmas sudah dibimbing," jelasnya.

Lebih lanjut, Dante juga menekankan kembali mengenai pentingnya momentum intervensi, contohnya dalam hal pemberian makanan tambahan kepada bayi-bayi untuk mencegah kekurangan gizi yang selama ini dilakukan oleh para kader Puskesmas dan Posyandu hingga di tingkat kabupaten/kota.

"Ketika berat badan bayi mulai tidak naik, maka itulah momentum penting untuk memberikan makanan tambahan. Jangan ditunggu sampai stunting. Mudah-mudahan ini bisa jadi keseragaman pengetahuan untuk Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia dalam intervensi makanan tambahan. Begitu hal ini diterapkan, maka angka stunting bisa menurun drastis," imbuhnya.

Soal makanan tambahan ini, ia juga mengingatkan bahwa makanan dengan kadar protein tinggi justru lebih baik untuk membantu meningkatkan gizi anak-anak ketimbang makanan berupa biskuit dan susu. Protein tinggi itu, jelas Dante, bisa didapatkan secara mudah lewat telur, ikan, dan daging.

"Dulu kita memberikan pendekatan dengan makanan tambahan biskuit. Ternyata setelah melakukan evaluasi dengan para ahli, bukan biskuit yang penting agar anak-anak tidak stunting, tetapi protein tambahan. Ini juga harus menjadi regulasi yang diterapkan oleh para pemangku jabatan di daerah agar memberikan makanan yang kadar proteinnya tinggi," tutupnya.

Baca juga: Kemenkes samakan cara ukur tumbuh kembang anak untuk cegah stunting

Baca juga: BKKBN: Stunting berkaitan dengan bentuk pola asuh dalam keluarga

Baca juga: Kemenkes: Angka stunting bisa ditekan dengan efektivitas anggaran

Pewarta: Ahmad Faishal Adnan
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2023