Hal tersebut diungkapkan Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI, Dante S Harbuwono dalam sebuah acara Forum Merdeka Barat (FMB) bertajuk "Langkah Penting Turunkan Stunting" yang digelar secara daring di Jakarta, Senin.
"Luar biasa Kota Surabaya bisa menurunkan stunting begitu dahsyatnya. Itu karena pendekatan spesifik dan pendekatan sensitif dilakukan secara bersama-sama," kata Dante sebagaimana dirilis Diskominfo Surabaya.
Pujian ini didasari karena keberhasilan Kota Surabaya dalam upaya menurunkan prevalensi stunting dengan cara pendekatan spesifik dan sensitif secara bersama.
Baca juga: Pemkot Surabaya akan dirikan Sekolah Orang Tua Hebat di 153 kelurahan
Baca juga: BKKBN-Pemprov Jatim bersinergi turunkan stunting dan pernikahan dini
Wamenkes RI menyebutkan penanganan stunting bukan hanya sekadar memberikan makanan kepada anak-anak. Namun, penanganan stunting itu harus dilakukan melalui pendekatan spesifik dan sensitif.
Pendekatan spesifik itu misalnya, memberikan makanan tambahan kepada anak-anak hingga mencegah anak-anak tersebut sakit dan sebagainya.
"Sedangkan pendekatan sensitif itu berhubungan dengan faktor-faktor yang ada di lingkungan setempat. Misalnya, kemiskinan, sanitasi yang baik, kemudian masalah budaya di setempat dan sebagainya," kata Dante.
Selain itu, Wamenkes RI menyebutkan upaya penanganan stunting tidak hanya membutuhkan komitmen dari pemerintah pusat secara eksklusif. Tetapi juga dibutuhkan peran dan komitmen pemerintah daerah seperti yang sudah dilakukan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
"Dan ini butuh kerja sama dari kementerian/lembaga," ujarnya.
Di tempat yang sama, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memaparkan sejumlah strategi penanganan stunting di Kota Pahlawan. Strategi itu salah satunya dengan memetakan berapa banyak data jumlah bayi yang lahir setiap harinya. Dari data tersebut, kemudian dipisahkan per wilayah berapa bayi yang lahir normal dan stunting.
"Per hari harus tahu berapa bayi yang lahir di Surabaya. Karena bayi yang lahir ada di klinik, bidan, puskesmas dan rumah sakit. Mereka ini semua membuat laporan ke aplikasi Kementerian Kesehatan. Sehingga saya tahu berapa bayi lahir di Surabaya, yang stunting berapa," kata Cak Eri panggilan lekatnya.
Menurutnya, data balita stunting di Surabaya ini juga dapat diketahui per wilayah sampai di tingkat RT/RW. Termasuk pula berapa banyak data warga miskin dan pengangguran di wilayah tersebut. Dalam upaya pencegahan atau penanganan stunting tersebut, Pemerintah Kota Surabaya menerapkan pola gotong-royong.
"Setelah data diketahui, kemudian dipisahkan, dibuat penanggungjawab dengan pola gotong-royong. Sehingga di Surabaya ini ada Kader Surabaya Hebat (KSH), sekitar 45.000 dan beliau inilah yang turun mendampingi," ujarnya.
Data prevalensi stunting di Kota Surabaya hingga akhir tahun 2022 turun menjadi 4,8 persen dari sebelumnya di tahun 2021 yang mencapai 28,9 persen. Dimana pada akhir tahun 2022, kasus stunting di Surabaya tercatat ada 923 balita dan turun menjadi 712 balita hingga akhir bulan Mei 2023.*
Baca juga: Penanganan stunting di Surabaya diangkat dalam film pendek BPIP
Baca juga: PPNI Surabaya terjunkan 1.500 perawat tangani balita stunting
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023