Pakar ilmu kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengatakan antraks merupakan penyakit lama yang beberapa kali menyerang sejumlah daerah di Indonesia.Memang sejak lama kasus antraks ini menyerang berbagai daerah, antara lain pada 2010 di Maros dan pada 2011 di Boyolali
"Memang sejak lama kasus antraks ini menyerang berbagai daerah, antara lain pada 2010 di Maros dan pada 2011 di Boyolali," katanya di Jakarta, Rabu.
Tjandra yang pernah menjabat sebagai Dirjen Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI beberapa kali menangani sejumlah kasus antraks.
Pada kejadian di Maros, Sulawesi Selatan, setidaknya ada lima sapi yang mati dalam dua pekan pada Maret 2010, satu di antaranya dipotong pada waktu sakit dan dagingnya dibagikan ke masyarakat.
"Menurut hasil pengujian di Balai Besar Veteriner pada 29 Maret 2010 sapi-sapi tersebut positif antraks. Terhadap pasien dilakukan pengobatan dan juga diambil darahnya untuk diperiksa di laboratorium," katanya.
Dari pengalaman itu, kata Tjandra, kejadian di Gunung Kidul, Yogyakarta, pada tahun ini sudah dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk identifikasi dan memastikan antraks. Selain pemeriksaan darah maka juga dapat dilakukan pemeriksaan kulit, feses, dan pungsi lumbal, kalau diperlukan.
Baca juga: Kemenkes: Tiga warga Gunung Kidul meninggal akibat antraks
Sementara itu kronologi penyebaran wabah antraks pada kejadian di Boyolali, Jawa Tengah, tahun 2011 dimulai dari temuan seekor sapi yang sakit pada akhir Januari 2011.
Oleh pemiliknya, sapi tersebut dipotong untuk dikonsumsi sendiri dan sebagian lagi dijual ke pasar.
"Pengalaman di Maros dan juga Boyolali ini menunjukkan penularan antraks dari binatang yang sakit, lalu malahan dipotong dan dikonsumsi manusia. Sesuatu yang perlu terus diberi pemahaman ke masyarakat luas agar jangan terus berulang," katanya.
Antraks merupakan penyakit hewan menular yang disebabkan oleh bakteri Bacillus Anthracis. Antraks umumnya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba, dan lainnya, serta dapat menular ke manusia.
Penyakit ini bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Bakteri penyebab antraks, apabila terpapar udara, akan membentuk spora yang sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia, termasuk desinfektan tertentu.
Baca juga: Dinkes Gunungkidul telusuri warga konsumsi daging sapi positif antraks
Tjandra mengatakan bakteri penyebab antraks dapat bertahan di dalam tanah, sehingga antraks juga disebut “penyakit tanah”.
Tjandra yang juga seorang Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) mengatakan manifestasi antraks di manusia ada tiga jenis. Pertama adalah antraks kulit yang paling sering terjadi, tetapi tidak berbahaya.
"Kata antraks memang bermakna arang dalam bahasa Yunani, dan istilah ini digunakan karena kulit para korban akan berubah hitam," katanya.
Jenis kedua adalah antraks pencernaan serta yang ketiga adalah antraks paru atau pernapasan yang juga pada sebagian kasus dapat menjadi berat, menyebabkan syok serta meningitis dan bahkan kematian.
"Karena antraks adalah zoonosis dan bahkan juga ada di tanah, maka penanganannya harus melalui pendekatan One Health, yang merupakan kerja bersama kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan kesehatan lingkungan," kata Tjandra.
Baca juga: Wamenkes: Atasi zoonosis perlu kolaborasi surveilans lintas lembaga
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023