• Beranda
  • Berita
  • IDI: Proyek genome perlu kesiapan SDM dan payung hukum kuat

IDI: Proyek genome perlu kesiapan SDM dan payung hukum kuat

6 Juli 2023 19:33 WIB
IDI: Proyek genome perlu kesiapan SDM dan payung hukum kuat
Tangkapan Layar - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dari Departemen Luar Negeri dr. Iqbal Mochtar pada diskusi IDI tentang RUU Kesehatan yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (6/7/2023). (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)

Kita perlu legislasi dan regulasi yang sangat kuat karena genome adalah informasi komplit dan lengkap dari sebuah organisasi, yang mengandung semua informasi yang dibutuhkan bagi individu untuk tumbuh dan berkembang

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dari Departemen Luar Negeri dr Iqbal Mochtar menyatakan bahwa proyek genome yang digagas oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI perlu mempertimbangkan kesiapan sumber daya manusia dan payung hukum yang kuat sebelum diimplementasikan.
 
“Ada tiga alasan mengapa kita perlu berhati-hati dengan proyek genome. Pertama, ini proyek yang sangat kompleks dan mahal. Kedua, Indonesia masih minim tenaga ahli biomolekuler dan bioteknologi, sehingga kita harus menyekolahkan banyak anak bangsa dan memakan biaya yang besar. Ketiga, proyek genome berpotensi mengakibatkan mislokasi prioritas pembangunan kesehatan,” kata Iqbal pada diskusi IDI yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
 
Iqbal berpendapat regulasi yang ada di Indonesia belum kuat untuk mengatur tentang studi genomik dibandingkan dengan Australia, yang membuat tiga Undang-Undang terkait proyek bioteknologi medis.
 
“Kita perlu legislasi dan regulasi yang sangat kuat karena genome adalah informasi komplit dan lengkap dari sebuah organisasi, yang mengandung semua informasi yang dibutuhkan bagi individu untuk tumbuh dan berkembang. Ini bisa diambil, disalin, bahkan mungkin akan disalahgunakan, karena ada kasus juga yang mengatakan bahwa susunan genome ini bisa diedit untuk tujuan tertentu,” ujarnya. 

Menurut Iqbal, ada beberapa pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang dapat memberikan celah pada penyalahgunaan data terkait dengan studi genome.

Baca juga: Kemenkes: BGSi upaya untuk penanganan penyakit yang lebih baik
 
“Pasal 339 misalnya, yang mengatur penyimpanan dan pengelolaan material, dimana biobank atau biorepositori bisa diselenggarakan oleh fasilitas kesehatan, institusi pendidikan, dan/atau lembaga penelitian dan pengembangan kesehatan, baik milik pemerintah pusat, daerah, maupun swasta,” ucapnya.
 
Kemudian, lanjutnya, Pasal 340 yang menyatakan pengalihan dan penggunaan spesimen data bisa keluar negeri dan Pasal 343 dimana genome ini bisa untuk kepentingan komersial atas persetujuan dan izin dari pemerintah pusat. "Ini semua celah yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan studi genome,” imbuhnya.
 
Meski begitu ia mengatakan studi genome memang bisa memberi pengaruh positif apabila diatur dengan kebijakan yang tepat, misalnya studi pada penderita kanker, dengan teknologi genome dapat diklasifikasikan pengobatannya sesuai dengan informasi genetik yang didapatkan, masing-masing diberikan terapi yang berbeda, sehingga tingkat kesembuhannya bisa meningkat.
 
Menurut Iqbal, prioritas yang lebih dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia saat ini adalah aksi nyata untuk menangani kasus-kasus kesehatan krusial yang membutuhkan strategi yang cepat dan tepat.
 
“Berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), ada 9 dari 10 prioritas kesehatan yang tidak tercapai. Angka Kematian Ibu masih tinggi, 305 per 100.000, capaian imunisasi masih 63 persen dari target 90 persen, dan angka stunting masih 22 persen dari target 14 persen. Ini membutuhkan aksi nyata program kesehatan masyarakat, proyek genome bisa menyusul,” tuturnya.

Baca juga: Pengurutan genom bermanfaat untuk diagnostik yang lebih spesifik
Baca juga: Teknologi pengurutan genom akan ubah industri kesehatan masa depan

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023