Isu Myanmar mendominasi diskusi di antara para menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang berkumpul di Jakarta pada Rabu.
“Pembahasan dalam sesi retreat dilakukan dengan sangat terbuka dan sebagian besar diskusi terkait dengan implementasi Konsensus Lima Poin,” kata Menlu Indonesia Retno Marsudi usai memimpin sesi pengkajian Pertemuan ke-56 Menlu ASEAN (AMM).
Dia menegaskan bahwa Konsensus Lima Poin menjadi rujukan utama bagi penyelesaian isu Myanmar.
“Inisiatif lain harus mendukung implementasi konsensus dan harus sejalan dengan konsensus,” ujar Retno.
Konsensus Lima Poin (5PC) menyerukan penghentian kekerasan, dialog dengan semua pemangku kepentingan, menunjuk utusan khusus untuk memfasilitasi mediasi dan dialog, mengizinkan ASEAN untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga Myanmar, serta mengizinkan utusan khusus ASEAN untuk mengunjungi dan bertemu dengan pemangku kepentingan di Myanmar.
Sebagai ketua ASEAN, Retno melaporkan bahwa Indonesia telah melakukan pendekatan intensif dengan semua pihak di Myanmar -- sebagai langkah awal untuk merealisasikan dialog nasional yang inklusif demi mewujudkan perdamaian yang tahan lama di Myanmar.
“Indonesia menyampaikan bahwa engagement ini merupakan alat untuk mencapai tujuan. Beberapa tujuan dari engagement yang intensif dilakukan Indonesia antara lain adalah membangun trust, mempertemukan yang tidak bertemu,” kata dia.
“Ini bukan lah tugas yang mudah, tetapi kita melakukannya,” ujar Retno.
Baca juga: Menlu Retno: 5PC harus tetap jadi acuan ASEAN untuk isu Myanmar
Dalam pertemuan itu, Retno mengatakan bahwa semua negara anggota ASEAN solid mendukung pendekatan yang dilakukan Indonesia yang sejalan dengan mandat konsensus.
“Dari engagement tersebut, saat ini paling tidak sudah mulai dipikirkan adanya dialog sebagai next building block karena kita yakin hanya dengan dialog inklusif akan dapat diperoleh penyelesaian politik … untuk menciptakan situasi damai yang tahan lama,” kata dia.
Lebih lanjut, Retno menuturkan bahwa ASEAN masih sangat khawatir dan mengecam masih banyak terjadinya kekerasan di Myanmar.
Untuk itu, ASEAN mendesak semua pihak untuk menyetop kekerasan terutama yang mengakibatkan jatuhnya korban sipil, termasuk di antaranya pemboman di fasilitas umum seperti sekolah dan rumah sakit.
“Tanpa pengakhiran kekerasan, tidak akan mungkin tercipta kondisi kondusif yang sangat diperlukan bagi dimulainya dialog,” ujar Retno.
Myanmar telah dihantui lingkaran kekerasan dan krisis ekonomi yang dipicu kudeta militer untuk menggulingkan pemerintah terpilih negara itu pada Februari 2021.
Junta militer Myanmar kemudian melancarkan serangan brutal untuk menumpas perbedaan pendapat terkait hasil pemilu, yang berakibat pada jatuhnya banyak korban jiwa dan luka-luka, serta perpecahan di negara itu.
Baca juga: Malaysia dukung penyelesaian isu Myanmar yang satu suara dengan ASEAN
Baca juga: Pengamat: ASEAN jangan kehilangan momentum tangani krisis Myanmar
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2023