Anggaran untuk pembelian susu dan biskuit sekarang sudah tidak ada lagi. Untuk semua posyandu anggarannya adalah anggaran untuk membeli produk makanan protein hewani
Dokter Spesialis Anak dan Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Novitria Dwinanda menilai jika seruan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI terkait mencegah anak terkena stunting melalui protein hewani sudah berada dalam koridor yang tepat.
“Itu sangat tepat, jadi rekomendasi Kemenkes RI berdasarkan kolaborasi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Kita sudah melakukan rapat dan kolaborasi dengan kementerian bagaimana langkahnya (untuk penanganan stunting),” kata Novitria dalam Siaran Radio Kesehatan yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Novitria yang juga menjadi anggota IDAI itu menuturkan, pemberian protein hewani kepada anak-anak utamanya selama masa 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) sangat bermanfaat dalam menunjang pembentukan syaraf otak anak dengan optimal.
Berdasarkan hasil rapat bersama para ahli lainnya pun, pemberian protein hewani yang dapat berupa satu telur sehari atau aneka ikan seperti lele atau ikan kembung kepada anak, terbukti lebih efektif mencegah anak terkena stunting dibandingkan membekali keluarga dengan biskuit sebagai pemberian makanan tambahan (PMT) atau bubur kacang hijau usai menjalani penimbangan di posyandu.
Menurutnya, pemberian protein hewani akan lebih baik lagi bila jumlah porsinya disesuaikan dengan kebutuhan tumbuh kembang anak-anak.
“Jadi kita tidak lagi memberikan biskuit, itu saja sudah tidak tepat. Kemudian berupa bubur kacang hijau, jadi stunting tidak akan selesai-selesai, oleh karena itu berdasarkan rekomendasi IDAI kita melakukan pertemuan dengan kementerian, akhirnya diputuskan Alhamdulillah sejalan,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyatakan anggaran yang disediakan untuk membeli biskuit sebagai salah satu upaya mengatasi stunting di tiap daerah sudah dihentikan.
“Anggaran untuk pembelian susu dan biskuit sekarang sudah tidak ada lagi. Untuk semua posyandu anggarannya adalah anggaran untuk membeli produk makanan protein hewani,” katanya.
Langkah itu diambil setelah banyaknya temuan pemberian makanan bergizi di daerah kerap menyalahi aturan seperti memberikan produk kemasan susu kotak dan biskuit yang tinggi lemak dan gula. Hal itu langsung membuat Kemenkes berulang kali mengadakan evaluasi dan audiensi bersama para ahli.
Para ahli yang hadir berasal dari kalangan universitas, organisasi profesi hingga perhimpunan yang membidangi kasus terkait. Tujuannya, untuk mendapatkan isi modul penanganan stunting di daerah yang baik, tepat dan akurat, sehingga pengentasannya bisa dimaksimalkan.
Dari hasil diskusi itu, Dante menceritakan jika keputusan pemberhentian anggaran dilakukan setelah para ahli secara satu suara menyoroti bahwa PMT bagi anak-anak agar terhindar dari stunting tidak efektif bila diberikan melalui pengadaan biskuit atau susu saja.
“Para ahli mengatakan bahwa pemberian PMT yang paling efektif untuk mencegah stunting adalah dalam bentuk protein hewani. Ini akan memberikan efek yang baik dan paling efektif. Karena itu, anggaran pembelian susu dan biskuit sekarang sudah tidak ada lagi,” katanya.
Baca juga: BKKBN Lampung: Penapisan kesehatan calon pengantin bisa cegah stunting
Baca juga: Ahli: Riwayat gizi buruk orang tua belum tentu picu anak stunting
Baca juga: BKKBN-Pergunu kerja sama sebarkan edukasi soal bahaya perkawinan anak
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023