Hal itu disampaikan Wapres usai meninjau pabrik pengolahan pala Papua Global Spices di Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Kamis.
"Harapannya, model (pengolahan pala) seperti ini bisa dikembangkan lagi. Karena sebenarnya produksinya masih besar, dan supaya dikelola dengan cara yang baik maka diharapkan ada semacam pengelolaan seperti ini," kata Wapres di Fakfak, Kamis.
Wapres menyampaikan pengolahan pala di Fakfak sudah dilakukan secara lebih modern dan menghasilkan produk yang lebih berkualitas.
Dia menerima informasi bahwa, jika biasanya buah pala diolah dengan cara pengasapan selama 20 hari, namun di Fakfak pala diolah dengan alat khusus melalui pendinginan dan hanya memerlukan waktu 10 hari.
Baca juga: Wapres lanjutkan perjalanan dari Nabire ke Fakfak Papua Barat
"Bukan dipanaskan, ini prosesnya didinginkan menjadi kering, jadi ini terbalik ya teorinya. Tapi menjadi lebih bagus kualitasnya, pengeringannya, dan juga waktunya lebih singkat," terangnya.
Model pengolahan itu juga telah dikembangkan ke masyarakat. Menurut Wapres, pengolahan pala di Fakfak memanfaatkan seluruh bagian buah pala.
"Ternyata pala itu semuanya tidak ada yang terbuang. Tadi saya lihat ada bunga palanya, ada biji palanya, ada batok biji palanya juga diekspor. Palanya dipecahkan dan diekspor," kata dia.
Menurut info yang diterima Wapres, kulit pala juga dimanfaatkan sebagai parfum dan juga manisan, sedangkan bijinya dibuat sebagai mentega "nutmeg butter" melalui alat khusus.
Baca juga: Wapres kunjungi lokasi pusat pemerintahan Papua Tengah di Nabire
Wapres mengatakan akan meminta bantuan pihak terkait untuk pengadaan mesin khusus pembuat mentega tersebut.
"Kayak mentega, tapi itu memerlukan mesin khusus yang belum dipunyai ya. Ya kita akan coba nanti bicara dengan pihak terkait supaya itu bisa dipenuhi, sehingga bisa membuat butter nutmeg itu," jelasnya.
Pemilik Papua Global Spices Hans Sahupala menyampaikan dirinya telah mengekspor berbagai produk dari pala mulai tahun 2021 melalui eksportir, namun pada 2022 dirinya membentuk perusahaan dan mengekspor sendiri melalui Papua Global Spices.
Hans mengatakan dirinya membutuhkan alat pembuat "nutmeg butter" karena ekspor mentega itu biayanya lebih murah dengan harga jual lebih mahal.
Sementara itu Kedutaan Besar Inggris untuk Indonesia bersama USAID Indonesia sendiri melalui program The Green Economic Growth for Papua and West Papua Provinces Programme (GEG), telah melakukan pendampingan terhadap ekonomi kerakyatan termasuk di pengolahan pala di Fakfak, Papua Barat.
Development Director Kedutaan Besar Inggris Amanda McLoughlin yang hadir pada kesempatan tersebut menyampaikan melalui program itu, pihaknya mendorong komoditas lokal untuk masuk ke pasar internasional.
"Program kami ini bertujuan untuk mengembangkan komoditas lokal dengan mendorong produk masuk pasar internasional, seperti pala, kakao, rumput laut, kopi," ujar Amanda.
Dia mengatakan program The Green Economic Growth for Papua and West Papua Provinces Programme (GEG) telah berjalan sejak 2017 dan akan berakhir tahun ini.
"Kami selalu mencari peluang program dan di mana di undang pemerintah dan masyarakat untuk mendorong ekonomi kerakyatan," ujarnya.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023