Berbagi kenangan bersama Dian Piesesha

16 Maret 2013 12:33 WIB
Berbagi kenangan bersama Dian Piesesha
Dian Piesessa (ANTARA/Natisha)

Suaranya dari dulu sampai sekarang masih bagus."

Jakarta (ANTARA News) - Tanpa panggung megah, tata lampu gemerlap, dan aksi panggung sensasional, Dian Piesesha hadir dengan suara merdu mendayu khasnya di hadapan keluarga, sahabat, dan penggemar yang menyaksikan konser "Kerinduan" pada Jumat (15/3) malam.

Pukul 20.30 WIB, saat rintik hujan membasahi sebagian wilayah Jakarta, musik intro lagu "Tak Ingin Sendiri" mengantar Dian ke panggung yang ditata sederhana di Ballroom Hotel Kartika Chandra, Jakarta.

Ia mengenakan celana panjang hitam dan baju hitam berlengan panjang dengan aksen keemasan rancangan putrinya, Poppy Karim. Rambutnya disanggul rapi.

Penonton yang hampir memenuhi ruangan dengan sekitar 350 kursi itu menyambutnya dengan sorakan, suitan, dan tepuk tangan riuh. Dian lantas membuka konser dengan melantunkan lagu "Kucoba Hidup Sendiri."

"Bagaimana mungkiiin percaya kepadamu, sedangkan ulang tahunku kau tak ingat lagiii. Bagaimana mungkiiin kau masih menyayangku, sedangkan kehadiranmu bagai aaangin laaluuuu...."

Ia juga melantunkan lagu-lagu yang pada masa lalu populer seperti "Hadirmu", "Cemara-Cemara Cinta", "Kerinduan", "Pengorbanan", "Tak Ingin Sendiri", "Cinta", Permata Hatiku", dan "Engkau Segalanya Bagiku" dengan iringan musik dari Audiensi Band.

"Saya malam ini ingin mengajak semua nyanyi dan nostalgia. Dan saya senang semua keluarga saya bisa hadir di sini...," katanya.

Menurut Dian, ini adalah pertunjukan pertama dia yang disaksikan oleh seluruh keluarga, ibunda, adik-adik, anak-anak, dan cucunya.

"Ibunda saya seharusnya sudah berangkat umroh ke Tanah Suci, tapi karena (penerbangan) pesawatnya ditunda jadi dia bisa berada di sini melihat saya," kata Dian serta menghampiri, mencium dan mengucap terima kasih kepada ibunda yang selalu mendukung ia menyanyi.

Lantas dengan panduan Dorce Gamalama, sebagian penonton menyenandungkan, "Oh bunda ada dan tiada dirimu kan selalu ada di dalam hatiku", lagu Melly Goeslaw yang berjudul "Bunda".

Di sela-sela konser yang berlangsung sampai sekitar pukul 23.00 WIB itu Dian juga menghampiri dan menyapa para penggemar dan rekan-rekan yang hadir.

"Ada Mbak Dorce, Titi Sumantri, Tuti Wasiah, Yayuk Suseno, pacarnya Jelly Tobing, Ayu Soraya, Cintami Atmanegara, Yetti... Juga ada penggemar dari Masamba, Makassar, serta Malaysia," kata Dian, yang sejak tahun 1980-an sampai sekarang sudah merilis 22 album.

Kawan yang lain, Dewi Yull, Eddy Silitonga, dan Wahyu OS--salah satu penyanyi JK Records-- berbagi panggung dengan Dian.

Dian berduet dengan Wahyu OS. Ia juga menyanyikan lagu tradisional Sunda, "Es Lilin", bersama Dewi Yull sebelum Dewi menghangatkan ruang konser dengan dua lagu lamanya, "Jangan Ada Dusta Diantara Kita" dan "Terus Berlari Mengejar Matahari".

Sementara Eddy Silitonga membawakan tiga lagu, termasuk "Biarlah Sedih" dan "Mama", dengan lengkingan suaranya.

Nostalgia
Dian tak hanya membawa orang-orang bernostalgia dengan lagu-lagu lawasnya, dia juga berbagi hadiah dan cerita dengan keluarga, sahabat dan para penggemar.

Penyanyi berbintang Pisces yang lahir pada 9 Maret 1961 dengan nama Dida Diah Daniar itu bercerita tentang masa kecil yang dia habiskan di sebuah desa di Bandung Selatan.

Dia bertutur tentang kesukaannya menyanyi, juga bagaimana dia belajar menyanyi dan menjadikannya sebagai profesi untuk membantu keluarga.

"Umur 16 tahun saya belajar menyanyi untuk cari uang. Waktu itu saya hanya tahu beberapa lagu. Lalu saya lihat orang China ini, mualaf yang banyak berkecimpung dalam dunia kebudayaan Sunda. Saya dikasih belajar lagu-lagu Mandarin, yang membuat saya banyak diundang untuk manggung," katanya tentang gurunya, Tan De Seng.

Tan De Seng, salah satu maestro kesenian Sunda, memetik gitar mengiringi Dian kembali ke masa-masa dia belajar menyanyi dengan melantunkan lagu satu lagu berbahasa Mandarin.

Dian juga mengenang masa-masa dia menyanyi untuk TNI. "Tahun 1970-an sampai 1980-an saya adalah penyanyi Kopassus, penyanyi yang diangkut dengan Hercules. Waktu itu kami menyanyi tanpa bayaran," kenangnya.

Dorce mengingat Dian sebagai penampil sederhana kala itu. "Waktu show di Mabes TNI sepatunya putus, lantas saya iba, sepatu saya saya pinjamkan kepadanya. Itulah pengorbanan saya untuk Dian," kata penyanyi dan komedian itu berlagak serius, mengundang derai tawa penonton.

Dewi Yull, yang mengaku menyaksikan metamorfosa Dian Pesesha dari masa muda hingga dewasanya, mengatakan "Dia tetap rendah hati dan bersuara indah."

Sementara Eddy Silitonga, penyanyi bersuara tinggi dan melengking kelahiran Pematang Siantar, mengingat Dian sebagai "penyanyi bersuara merdu tapi galak."

"Suaranya masih prima, salah satu penyanyi Indonesia yang saya suka dan saya banggakan," kata penyanyi kelahiran 17 November 1950 itu.

Penggemar Dian juga mengenang suara merdunya. Kerinduan mereka mendengarkan suara Dian yang mendayu terobati malam itu.

Nelly Kardinal (60) dan suaminya Kardinal (71) ada di antara barisan penonton yang menyaksikan penampilan Dian. Kedua pensiunan itu menikmati lagi lagu-lagu Dian yang populer semasa mereka muda.

"Nostalgia masa dulu, biar nggak cepet pikun," kata Nelly, yang mengaku masih sering membeli kaset-kaset Dian, serta menambahkan,"Sampai kadang sudah beli, beli lagi, sampai numpuk di rumah."

Aziz, pekerja butik asal Pemalang yang kini berusia 46 tahun, juga gembira bisa menyaksikan langsung penyanyi kesukaannya manggung. "Saya suka hampir semua lagu-lagunya, suaranya merdu dan mendayu," katanya.

Nova dan Susan yang sudah menyukai suara Dian sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, tahun 1979, hampir selalu mengikuti Dian melantunkan lagu meski kadang mereka sudah tak hafal lagi judulnya.

"Suaranya dari dulu sampai sekarang masih bagus," kata Susan, yang kini tinggal di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Kerinduan dan sambutan para penggemar juga menyuntikan semangat kepada Dian, yang sebelumnya ragu bisa tampil menyanyikan sampai 16 lagu dalam sebuah konser setelah sempat mengalami kelumpuhan tahun lalu.

"Malam ini sangat berarti... Saya yakin semua yang hadir di sini masih sayang dan mencintai saya. Terimakasih atas kehadirannya. Ini semangat untuk saya melanjutkan karya pada usia yang sudah berkepala lima," demikian Dian Piesesha.


Oleh Maryati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013