Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Robert M Delinom mengatakan kondisi tanah pesisir Jakarta mudah ambles dan lebih rendah sehingga tidak cocok untuk pendirian bangunan tinggi.Solusi untuk mengatasi banjir, Jakarta memang perlu dibuat zona bangunan. Daerah pesisir utara Jakarta tidak cocok untuk didirikan gedung-gedung tinggi, lebih cocok bangunan ringan saja karena tanahnya rapuh,"
"Solusi untuk mengatasi banjir, Jakarta memang perlu dibuat zona bangunan. Daerah pesisir utara Jakarta tidak cocok untuk didirikan gedung-gedung tinggi, lebih cocok bangunan ringan saja karena tanahnya rapuh," kata Robert M Delinom di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan pada dasarnya daerah Depok hingga Jakarta merupakan cekungan yang memang menyimpan air. Penyedotan air tanah yang berlebih, pembangunan yang sangat intensif, dan kegiatan manusia sehari-hari di wilayah tersebut selama mengakibatkan perubahan signifikan terhadap kondisi lingkungan bawah permukaan cekungan Jakarta.
Amblesan tanah yang meluas menyebabkan daerah luapan banjir bertambah. Hal tersebut karena air yang mengalir dari daerah hulu tidak terbendung dan air rob dari laut semakin tinggi karena penurunan tanah.
Menurut Robert, berdasarkan penelitian ambles tanah juga terjadi di wilayah Pantai Indah Kapuk (PIK) meski tidak terjadi banjir. "Karena sistem manajemen air yang baik daerah sana (PIK) tidak tergenang air, tapi pada dasarnya daerah sana pun turun tanahnya," katanya.
"Dari hasil penelitian, banjir tahun 2002 bukan karena curah hujan di daerah hulu yang tinggi, tetapi justru hujan di Jakarta yang tinggi, dan air tidak terserap di Jakarta tetapi justru `parkir`" katanya.
Karena itu, menurut dia, solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi banjir di Jakarta yakni membuat zona bangunan sesuai dengan kondisi tanah.
"Wilayah pesisir kondisi tanahnya lebih cocok untuk zona sarana umum dengan bangunan ringan, wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Timur lebih cocok untuk zona bisnis dan perumahan dengan bangunan bertingkat. Daerah Jakarta Selatan sangat baik untuk dijadikan zona penyangga air tanah dengan bangunan berhalaman luas," ujar Robert.
Sebelumnya, ia mengatakan penyedotan air tanah secara berlebihan terbukti membuat beberapa lokasi di Jakarta mengalami tanah ambles hingga 25 sentimeter (cm) per tahun.
"Data GPS (Global Positioning System) hasil penelitian dengan ITB menunjukkan `subsidence rate` (tanah ambles) bisa sampai 25 cm per tahun. Itu cukup tinggi untuk `dislocation` dari suatu bangunan," katanya.
Berdasarkan data GPS tersebut, ia mengatakan ambles tanah tercepat antara 20 hingga 25 cm per tahun terjadi di sekitar Senayan, Gedung DPR di kawasan Jalan Gatot Subroto, Joglo. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab meluasnya banjir pada awal 2013.
(V002/N002)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013