Para youth leaders ingin menggunakan basket sebagai alat untuk melakukan perubahan positif di masyarakat, sehingga para pecinta basket dari komunitas tuna rungu yang belajar basket tersebut juga bisa dikenal oleh masyarakat luas.
"Jadi ini bagian dari sosialisasi FIBA World Cup. Di mana kali ini kami mengunjungi salah satu akademi bola basket di kelas tuna rungu. Tujuannya, agar infomasi terkait ajang besar FIBA World Cup 2023 yang juga digelar di Indonesia ini bisa tersosialisasikan juga kepada mereka," ujar salah seorang youth leaders, Tamiang, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta.
Baca juga: Youth Leader Program, memperkenalkan Piala Dunia FIBA di SD
Komunitas tuna rungu dipilih karena belum dikenal luas oleh masyarakat meski sudah lama berdiri. Selain itu, langkah tersebut juga merupakan bagian dari pemenuhan hak kaum disabilitas dalam berolahraga dan berprestasi, sebuah kesetaraan bagi semua orang.
Dua sesi digelar pada kunjungan kedua tersebut. Sesi pertama diikuti oleh sekitar 20 anak kelompok usia 9-12 tahun pada pukul 07.30-09.00 WIB, lalu berlanjut dengan 12 anak kelas "deaf" pada pukul 09.15-10.00 WIB.
Sama seperti kunjungan pertama di SD Menteng, para youth leaders juga memberikan coaching clinic yang mengajarkan dasar basket dengan dibalut dengan permainan atraktif.
Bedanya, pada sesi kelas tuna rungu, penjelasan dilakukan dengan bahasa isyarat untuk menyesuaikan dengan kebutuhan para peserta. Tidak ada kesulitan yang terjadi, karena para youth leaders dibekali dengan pembelajaran bahasa isyarat.
Tidak ada perbedaan materi latihan dan permainan yang diberikan kepada anak tuna rungu dengan kelas KU. Gim "recycle race" kembali diberikan, namun dengan pranata yang berbeda dengan peserta KU.
Baca juga: Nikola Jokic tidak masuk skuad Serbia untuk Piala Dunia FIBA 2023
Jika di peserta KU para siswa dibagi dalam empat tim lalu mereka mengambil bola yang ditaruh di tengah-tengah lapangan dengan waktu terbatas. Pada sesi kelas tuna rungu, mereka dibagi berpasangan.
Setiap pasangan diberikan sebuah bola yang harus dioper ke sesama mereka setiap berpindah posisi. Hal itu mengajarkan bukan hanya basic basket seperti passing dan latihan koordinasi, tetapi juga bagaimana mengajarkan agar mereka setiap berpindah tempat harus bisa menjaga kebersihan di sekitarnya.
Kemudian di permainan kedua, "catch the team", semua anak diminta untuk melakukan dribbling sembari berkeliling lapangan. Kecuali satu anak yang tidak memegang bola, akan mengejar temannya. Jika ada temannya yang terkena penjagaan atau block maka dia harus bergabung untuk melakukan defense.
Sementara peserta lain yang menggiring bola harus tetap menghindari penjagaan dengan tetap melakukan dribbling keliling. Hingga akhirnya peserta yang melakukan defense sudah tidak bisa lagi mengejar empat peserta lainnya yang bertahan. Permainan ini berjalan selama lima menit.
"Gim ketiga, 'around the world'. Para peserta dari kelas ini dibagi dalam empat tim yang berisikan tiga pemain. Mereka memilih nama negara peserta FIBA World Cup 2023 sebagai nama timnya, yakni Indonesia, Spanyol, Jepang, dan Brazil. Karena jumlah peserta terbatas, maka kita mainkan 3x3 untuk shooting around the world ini," ujar Tamiang.
Baca juga: Indonesia diapresiasi gelar FIBA U-16 Asian Championship Qualifiers
Tiap tim masing-masing bermain selama dua menit, Indonesia berhadapan dengan Spanyol, sedangkan Jepang melawan Brazil. Hasil Indonesia versus Spanyol terpaksa ditentukan lewat free throw karena keduanya sama-sama tidak menghasilkan poin selama waktu yang ditentukan.
Spanyol menang setelah menjadi yang pertama mencetak poin dari free throw. Sementara, duel Jepang dan Brazil dimenangkan Brazil dengan skor 2-1.
Spanyol dan Brazil kembali beradu di laga final. Lagi-lagi pertahanan kuat kedua tim membuat keduanya belum berhasil mencetak poin di waktu yang ditentukan. Hasil free throw lagi-lagi menjadi penentu, di mana Brazil yang akhirnya keluar sebagai juara.
Karena seluruh peserta dinilai telah bermain dengan antusiasme tinggi dan keinginan gigih untuk mencetak poin dalam berlatih ini, maka semua peserta di kelas tuna rungu ini mendapatkan hadiah berupa merchandise resmi Piala Dunia.
"Senang bisa bermain dan berlatih bersama. Tidak ada kesulitan, karena para pelatih mengajar juga dengan bahasa isyarat," ujar Ezra yang senang mendapatkan hadiah.
Program youth leader tersebut akan berlanjut di sekolah berikutnya pada pekan depan. Berbeda dari dua rangkaian sebelumnya, pada kedatangan ketiga nanti mereka akan memberikan pelatihan di sekolah dasar yang tidak memiliki lapangan.
Sehingga para youth leaders harus berinovasi dalam memberikan materi. Program yang menjadi alat untuk membantu masyarakat setempat ini akan berjalan hingga jelang FIBA World Cup dimulai pada 25 Agustus-3 September.
Baca juga: Timnas basket ketambahan dua pemain keturunan Indonesia-AS
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Roy Rosa Bachtiar
Copyright © ANTARA 2023