• Beranda
  • Berita
  • Dolar AS stabil di sesi awal Asia setelah data inflasi dukung jeda Fed

Dolar AS stabil di sesi awal Asia setelah data inflasi dukung jeda Fed

11 Agustus 2023 09:38 WIB
Dolar AS stabil di sesi awal Asia setelah data inflasi dukung jeda Fed
Ilustrasi - Uang kertas dolar AS dan yen Jepang. ANTARA/Shutterstock/pri.
Dolar AS stabil di sesi awal perdagangan saham Asia pada Jumat, karena para pedagang berspekulasi bahwa Federal Reserve selesai dengan kenaikan suku bunganya setelah data menunjukkan harga konsumen AS meningkat moderat pada Juli, sementara yen menggoda level kunci psikologis 145.

Yen Jepang melemah 0,10 persen menjadi 144,89 per dolar pada jam-jam awal Asia, terendah sejak 30 Juni, ketika juga sempat menembus level 145 per dolar, memicu kekhawatiran investor akan putaran intervensi lain dari otoritas Jepang.

Jepang melakukan intervensi pada September tahun lalu ketika dolar naik melewati 145 yen, mendorong kurs dolar AS menjadi sekitar 140 yen karena Kementerian Keuangan membeli yen untuk melemahkan dolar.

Yen juga lebih rendah terhadap euro di 159,135, sedikit di bawah puncak 15 tahun di 159,19 yang disentuh pada Kamis (10/8/2023).

Ahli strategi Saxo Markets mengatakan kekhawatiran intervensi mungkin menyebabkan beberapa aksi ambil untung, tetapi mencatat bahwa otoritas Jepang kemungkinan akan terus bersabar.

Dengan perdagangan saham di Jepang libur pada Jumat, likuiditas diperkirakan akan tipis.

Semalam, data menunjukkan indeks harga konsumen (IHK) AS naik 0,2 persen bulan lalu, menyamai kenaikan pada Juni, dengan IHK naik 3,2 persen dalam 12 bulan hingga Juli.

Para ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan IHK akan naik 0,2 persen bulan lalu dan 3,3 persen secara tahunan.

Inflasi yang moderat, bersama dengan pelonggaran pasar tenaga kerja, telah memperkuat keyakinan para ekonom bahwa bank sentral AS akan mampu merekayasa soft landing bagi perekonomian.

"Inflasi kembali ke target dan pasar tenaga kerja perlahan mendingin," kata Ryan Brandham, kepala pasar modal global Amerika Utara di Validus Risk Management.

"Tetapi FOMC ingin melihat lebih banyak data sebelum memutuskan pada September apakah kemajuan telah cukup cepat untuk menjamin jeda, atau apakah keseimbangan risiko memerlukan kenaikan lain untuk memastikan target inflasi tercapai."

Pedagang berjangka yang terkait dengan tingkat kebijakan Fed melihat kurang dari 10 persen peluang bahwa bank sentral akan meningkatkan suku bunga acuan dari kisaran 5,25 persen-5,50 persen saat ini pada pertemuan kebijakan 19-20 September. Pemotongan suku bunga pertama The Fed diperkirakan dalam kontrak berjangka pada Maret 2024.

"Perkiraan pasar saat ini mendukung jeda, tetapi pasar telah meremehkan tindakan Fed sebelumnya," Brandham memperingatkan.

Indeks dolar, yang mengukur mata uang AS terhadap enam saingannya, turun 0,078 persen menjadi 102,54, tetapi berada di jalur untuk mencatat kenaikan selama empat minggu berturut-turut.

Euro naik 0,08 persen menjadi 1,0988 dolar, sedangkan kiwi turun 0,03 persen menjadi 0,602 dolar AS.

Dolar Australia naik 0,20 persen menjadi 0,6534 dolar AS. Sebelumnya, kepala bank sentral Australia mengatakan ada kemungkinan beberapa pengetatan lebih lanjut akan diperlukan, tetapi menyatakan jumlah kenaikan suku bunga sejauh ini akan cukup untuk membawa inflasi turun.

Tampil di hadapan anggota parlemen, Gubernur Bank Sentral Australia Philip Lowe mengatakan data baru-baru ini sejauh ini konsisten dengan ekonomi yang terus berjalan di sepanjang "jalur sempit" menuju soft landing.

Sterling terakhir berada di 1,2684 dolar, naik 0,07 persen hari ini, berusaha menghentikan penurunan beruntun tiga hari jelang rilis data PDB.


Baca juga: Dolar di tertinggi 1 bulan terhadap yen di Asia jelang data inflasi AS
Baca juga: Dolar bertahan di Asia menjelang laporan inflasi AS, China topang yuan

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023