"Mendorong semua elemen dari petugas hingga masyarakat diminta untuk bersama-sama mengantisipasi dan mencegah terjadinya karhutla, mengingat tingkat kerawanannya pada musim kemarau saat ini sangat tinggi," ujar Bamsoet dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa.
Untuk itu, ia meminta pemerintah bersama pihak-pihak terkait termasuk satgas karhutla dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjadikan karhutla sebagai ancaman serius yang mendapat perhatian seluruh pihak.
Sehingga, sambung Bamsoet, antisipasi dan kesiapsiagaan menghadapi potensi terjadinya hidrometeorologi kekeringan dan karhutla, mulai dari pemantauan dan penyebarluasan data dan informasi perkembangan cuaca dan Iklim, hingga melakukan rapat koordinasi kesiapsiagaan terhadap anomali cuaca lintas sektor secara berkala.
Menurutnya, langkah-langkah mitigasi tersebut dapat mengurangi risiko bencana kekeringan maupun kebakaran hutan dan lahan khususnya di wilayah yang rawan terjadi karhutla.
Selain itu, Bamsoet juga meminta pemerintah mengingatkan pihak swasta, seperti para pengusaha tambang dan perusahaan sawit agar peduli terhadap potensi hingga ancaman karhutla. Hal ini sebagai upaya tanggung jawab dan kerja sama dalam menjaga lingkungan utamanya hutan di sekitar lahan perkebunan agar tidak terjadi kebakaran hutan.
"Meminta komitmen Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah agar dapat bersinergi saling membantu guna mempersiapkan sebaik-baiknya, baik dari kelengkapan sarana prasarana, anggaran, peraturan dan hal-hal terkait lainnya guna antisipasi peningkatan potensi karhutla," tambahnya.
Sebelumnya, pada Senin (14/8), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan telah mengirimkan 96 surat peringatan temuan titik panas atau hotspot kepada perusahaan-perusahaan agar segera mengambil tindakan pencegahan maupun penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
"Sejak Januari sampai sekarang sudah 96 surat peringatan yang kami keluarkan kepada korporasi ataupun pemegang konsesi dimana adanya indikasi hotspot di lokasi mereka," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani saat ditemui di Jakarta, Senin.
Rasio Ridho menuturkan pihaknya terus memantau titik panas pada konsesi hutan maupun perkebunan di seluruh Indonesia. Apabila ada indikasi titik panas di atas 80 persen, maka KLHK melayangkan surat peringatan itu untuk mencegah agar titik panas tidak meluas.
Menurutnya, sebanyak 96 surat peringatan itu paling banyak ditujukan kepada korporasi di Pulau Sumatra dan Kalimantan, karena di sana ada banyak perusahaan yang mengelola lahan-lahan konsesi dan perkebunan.
Lebih lanjut pihaknya terus memperkuat upaya hukum pidana dan perdata dengan membentuk tim khusus melalui nota kesepahaman antara Menteri LHK, Kapolri, dan Kejaksaan Agung, untuk melakukan penegakan hukum terpadu khusus karhutla.
KLHK juga telah melakukan rapat koordinasi bersama dengan para penyidik dari PPNS maupun penyidik kepolisian dan jaksa yang bekerja di wilayah Sumatra dan Kalimantan untuk memperkuat wilayah penegakan hukum.
Berdasarkan data sebaran titik panas yang tertangkap berbagai satelit yang dirangkum situs Sipongi+ KLHK, saat ini terdapat 124 sebaran titik panas dengan tingkat kepercayaan tinggi dan 892 sebaran titik panas dengan tingkat kepercayaan menengah.
Sampai Juni 2023 KLHK mencatat ada 50.570 hektare hutan yang terbakar di seluruh Indonesia. Kasus kebakaran paling luas berada di Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan angka mencapai 15.476 hektare, Nusa Tenggara Barat (NTB) sebanyak 5.916 hektare, dan Kalimat Barat (Kalbar) sebesar 5.772 hektare.
Luas karhutla dihitung berdasarkan analisis citra satelit landsat 8 OLI/TIRS yang di-overlay dengan data sebaran titik panas serta laporan hasil pemeriksaan titik panas dan laporan pemadaman yang dilaksanakan Manggala Agni.
Baca juga: Bamsoet minta BNN sosialisasi bahaya narkoba bagi anak muda
Baca juga: Bamsoet sebut MPR sudah siap gelar Sidang Tahunan pada Rabu
Baca juga: Ketua MPR: Presiden dijadwalkan hadir pada Peringatan Hari Konstitusi
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2023