Pekanbaru (ANTARA News) - Manajemen PT Chevron Pacifik Indonesia menyatakan blok minyak di Siak yang akan habis kontrak bagi hasilnya pada November 2013 memiliki keterkaitan dengan Blok Rokan hingga mendorong perusahaan milik Amerika Serikat itu tertarik untuk memperpanjang izinnya.Kami memandang keterkaitan itu perlu dipertahankan untuk kesinambungan produksi bersama blok lain, meski kapasitas produksinya tidak terlalu besar,"
"Kami memandang keterkaitan itu perlu dipertahankan untuk kesinambungan produksi bersama blok lain, meski kapasitas produksinya tidak terlalu besar," kata Manajer Humas Chevron Tiva Permata di Pekanbaru, Kamis.
Pemerintah belum memutuskan akan memperpanjang kontrak pengelolaan Blok Siak atau malah mengambil alihnya untuk kemudian dihibahkan ke PT Pertamina (Persero).
Sebelumnya perusahaan yang dulunya bernama Caltex itu tidak mempertahankan CPP Blok, dengan produksi 50.000 barel per hari, dan akhirnya dikelola oleh PT BSP sejak 2002, sementara blok Siak hanya menghasilkan 1.600-2.000 barel per hari, dengan asumsi satu barel setara dengan 158,987 liter.
Kontrak bagi hasil (production sharing contract) di Blok Siak berlaku sejak 1991 selama 22 tahun, artinya akan habis pada November 2013.
"Namun sampai sejauh ini, kami belum mendapat informasi tentang siapa yang ditunjuk sebagai pengelola Blok Siak setelah November 2013," katanya.
Dia menjelaskan, Chevron masih menunggu rekomendasi pasti dari pihak SKK-Migas yang merupakan pelaksana atas kegiatan hulu minyak dan gas bumi.
"Meskipun hasilnya (produksi) tidak sebesar Blok Rokan, operasi Blok Siak sangat mendukung keberhasilan operasi Blok Rokan," katanya.
Menurut dia, integritas pengelolaan kedua blok atau ladang minyak tersebut sangat penting disinergikan untuk mengoptimalkan kontribusi Chevron dalam produksi migas Indonesia.
"Bila pemerintah memercayakan pengelolaan Blok Siak, maka Chevron yakin bisa melakukan upaya lebih optimal dari produksi yang ada sekarang," ujarnya.
Pihaknya juga berupaya mengembangkan multi teknologi untuk mempertahankan produksi minyak bumi yang mengalami grafik pemerosotan setiap tahun.
Setidaknya, pengembangan teknologi dapat lebih mengoptimalkan produksi minyak bumi yang kita sama ketahui setiap tahunnya memang mengalami grafik penurunan produksi," kata Tiva.
Muti teknologi yang dimaksud, yakni teknologi penyesuaian dengan lapangan minyak yang dikelola perusahaan di Riau, Indonesia, ataupun di berbagai negara lainnya.
Pengamat migas dari Universitas Islam Riau (UIR), Adi Novriansyah, menduga keputusan Chevron terus mempertahankan Blok Siak karena belajar dari pengalaman lepasnya CPP Blok dan Blok Langgak.
Sebabnya, keberadaan BUMD Riau di dua blok minyak itu ternyata memberi efek kurang baik karena mereka masih menumpang fasilitas pembangkit listrik dan pipa penyalur minyak yang sama.
Ia menyatakan sudah bukan rahasia lagi bahwa petinggi Chevron sempat mengeluhkan kepada SKK Migas perihal dua BUMD itu menunggak pembayaran biaya dan pajak penggunaan fasilitas, padahal Chevron sudah menalangi pembayarannya ke pemerintah.
"Mungkin ada sisi trauma juga," kata Adi.
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013