Wina (ANTARA News) - Hasil riset yang dipaparkan dalam pertemuan tahunan European Geosciences Union menunjukkan bahwa semut kemungkinan besar bisa merasakan kedatangan gempa bumi.
Dalam pertemuan yang diselenggarakan di Wina, Austria, pada Kamis (11/4), para peneliti menjelaskan dugaan mereka berdasarkan perubahan perilaku semut kayu merah yang tinggal di patahan aktif menjelang gempa.
Peneliti Gabriele Berberich dari University Duisburg-Essen di Jerman menghitung, lebih dari 1.000 gundukan semut kayu merah berbaris sepanjang patahan Jerman, seperti permen yang berjatuhan di jalur pembawa barang.
Tiga tahun Berberich dan koleganya mengamati perilaku semut kayu merah di patahan itu sepanjang waktu menggunakan kamera video dan perangkat lunak untuk membuat katalog perubahan perilaku.
Ada 10 gempa bumi dengan magnitude antara 2,0 sampai 3,2 selama studi yang dilakukan sepanjang 2009-2011.
Semut-semut itu hanya mengubah perilaku saat ada gempa dengan kekuatan 2,0 lebih, gempa terkecil yang bisa dirasakan oleh manusia.
Sepanjang hari, para semut sibuk dengan aktivitas harian dan pada malam hari beristirahat di dalam gundukan, mencerminkan pola diurnal manusia, kata Berberich dalam konferensi pers.
Tapi sebelum gempa, semut-semut itu terbangun sepanjang malam dan berada di luar gundukan mereka, yang rentan terhadap predator, tambah dia.
Perilaku normal semut tidak kembali sampai satu hari setelah gempa, kata Berberich seperti dikutip LiveScience.
Berberich menduga serangga mengendus perubahan emisi gas atau pergeseran lokal dalam medan magnet Bumi.
"Semut kayu merah punya kemoreseptor untuk gradien karbon dioksida dan magnetoreseptor untuk medan elektromagnet," katanya.
"Kami tidak yakin mengapa dan bagaimana mereka bereaksi pada rangsangan yang mungkin, tapi kami merencanakan lebih banyak (penelitian) di daerah yang secara tektonik lebih aktif dan melihat apakah semut bereaksi pada gempa yang lebih besar," tambahnya.
Penerjemah:
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2013