"Sasaran skrining pada usia 45-71 tahun dengan riwayat merokok aktif atau pasif selama kurang dari 15 tahun," katanya dalam acara yang berjudul Kenali Konsensus Baru Nasional Skrining Kanker Paru yang diikuti di Jakarta, Rabu.
Faktor risiko selanjutnya, kata dia, kepemilikan riwayat kanker paru pada keluarga, baik ayah, ibu, maupun saudara kandung, dengan atau tidak diikuti gejala respiratori ringan.
Dia menjelaskan skrining faktor risiko yang menggunakan sistem skoring dibagi ke dalam tiga golongan, yakni ringan dengan skor di bawah 11, sedang dengan skor 12-16, serta berat dengan skor 17-29.
"Jika ringan, maka diskrining dengan melakukan foto toraks, jika terdapat kejanggalan, maka dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam atau paru," ujarnya.
Baca juga: PDPI: Polusi udara dapat memicu zat karsinogen penyebab kanker paru
Baca juga: PDPI: Polusi udara dapat memicu zat karsinogen penyebab kanker paru
Jika sedang, kata Sandra, maka akan dirujuk langsung ke dokter spesialis penyakit dalam atau paru untuk melakukan Low Dose CT Scan untuk mengetahui jenis penyakitnya. Hal tersebut juga berlaku bagi masyarakat yang tergolong dalam golongan ringan namun memiliki hasil foto toraks yang janggal.
Ia mengatakan untuk masyarakat dengan golongan berat maka akan langsung dirujuk ke dokter spesialis paru onkologi untuk dilakukan prosedur diagnosis kanker paru.
Oleh karena itu, dia mengimbau kepada masyarakat agar segera melakukan skrining kanker paru untuk meminimalisasi kasus penyakit kanker paru yang umumnya baru terdeteksi pada stadium empat.
"Harapan kita bisa downstaging dari stadium empat, bisa turun menjadi minimal stadium tiga atau kalau bisa dua dan satu. Karena harapan hidup lebih besar, selain itu pengobatan lebih murah," kata dia.
Sandra menegaskan bahwa skrining kanker paru salah satu layanan yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin telah menganjurkan seluruh lapisan masyarakat untuk melakukan deteksi dini atau skrining kesehatan secara berkala untuk pengendalian kasus di Indonesia.
“Kanker itu dapat dikendalikan, angka survival rate-nya tinggi, tapi syaratnya harus deteksi dini. Sekitar 90 persen bisa dikendalikan, kalau ditemukan pada stadium lanjut maka 90 persen akan meninggal,” kata dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (20/2).
Di Indonesia, kata dia, sebagian besar pasien yang memeriksakan diri saat kanker sudah dalam stadium lanjut. Akibatnya 90 persen kasus tidak mendapatkan penanganan yang optimal yang berakhir pada kematian.
Baca juga: Dokter: Gunakan masker untuk proteksi paru dari polusi udara
Baca juga: Dokter: Tidak semua pasien kanker paru harus kemoterapi
Baca juga: Pasien kanker paru di Indonesia jauh lebih muda daripada luar negeri
Baca juga: Dokter: Gunakan masker untuk proteksi paru dari polusi udara
Baca juga: Dokter: Tidak semua pasien kanker paru harus kemoterapi
Baca juga: Pasien kanker paru di Indonesia jauh lebih muda daripada luar negeri
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023