Hal ini menyusul rencana Demokrat yang memutuskan untuk keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) akibat kabar soal keputusan mengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai bakal capres-cawapres pada Pilpres 2024.
"Kenyataan ini justru menandakan bahwa poros politik yang mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden justru sejauh ini yang paling solid," ujar Said dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.
Sebagai informasi, kerja sama partai politik pendukung bakal capres Ganjar Pranowo beranggotakan PDI Perjuangan, PPP, Perindo, dan Hanura. Lalu, Koalisi Indonesia Maju yang mengusung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai bakal capres adalah Partai Gerindra, PKB, PAN, dan Partai Golkar.
Selanjutnya, Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang mendukung Anies Baswedan sebagai bakal capres terdiri atas NasDem, Partai Demokrat, dan PKS.
Sejauh ini, Anies belum memberikan komentar terkait kerja sama politik NasDem dan PKB, begitu juga dengan pengumuman Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon wakil presiden yang mendampingi dirinya di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
PKB juga belum mengumumkan kerja sama itu atau pun penetapan ketua umum mereka sebagai bakal calon wakil presiden Anies, karena PKB saat ini tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju yang mendukung Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden.
Said melihat wacana duet Anies-Cak Imin yang mencuat sesudah pengumuman pergantian nama koalisi ini menunjukkan dinamika politik masih sangat tinggi. Meskipun ditandai berbagai bentuk dansa politik dan penandatanganan kerja sama politik di muka publik, tetapi fakta politik justru menunjukkan hal lain.
"Bongkar pasang kerja sama menjelang masa pendaftaran capres dan cawapres masih sangat dinamis. Ibarat antara mur dan baut bisa buka dan pasang," katanya.
Untuk itu, dia menegaskan kerja sama politik haruslah didasarkan pada ide dan cita-cita bersama ke depan. Kerja sama politik didasarkan pada semangat bersama yang lebih mendasar dalam melihat ihwal penting tantangan bersama sebagai sebuah bangsa.
"Model kerja sama politik seperti ini akan jauh lebih kokoh ketimbang kerjasama yang didasarkan pada politik dagang sapi," ucap Said.
Menurutnya, kerja sama politik PDIP disemangati oleh politik gotong royong dan membangun ikatan batin. Adapun partai berlambang banteng moncong putih itu menghindari model politik dagang sapi, karena berburu kekuasaan semata dan akan cenderung mengabaikan suasana kebatinan publik.
"Angka split ticket voting sebagaimana yang tergambar pada survei Indikator Politik, Litbang Kompas dan LSI yang terbaru sangat besar," tambahnya.
Data ini menunjukkan bahwa terkadang keinginan elite parpol tidak sejalan dengan harapan basis pendukungnya dan publik. Hal ini menyebabkan basis dukungan terhadap sosok capres maupun cawapresnya tidak senantiasa diikuti sebagian besar oleh para pendukung partai yang mengusungnya.
Sehingga, dukungan lebih menonjol aspek administrasi pemilu ketimbang basis politik. Oleh sebab itu, PDIP meyakini kerjasama politik harus menjaga gambaran basis sosio-kultural para pendukung.
Tidak hanya itu, kerja sama politik juga harus inklusif dan disemangati oleh nilai-nilai moderasi. Said menilai Cak Imin lebih mudah meyakinkan para pendukungnya yang mendukung Ganjar Pranowo daripada yang lain, karena adanya kesamaan basis sosiologis dari pendukung PKB dan PDIP, yakni wong cilik.
"Kapan pun Gus Muhaimin berlabuh ke Mas Ganjar dan bersama PDI Perjuangan pintu kami senantiasa terbuka. Saat janur kuning sudah melengkung pun, sebelum ada akad resmi dihadapan KPU, saya kira Ibu Ketua Umum PDI Perjuangan senantiasa membuka pintu untuk 'sang keponakan'," pungkas Said.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023