"Penggunaan 'water mist' untuk mengurangi polusi udara masih belum terbukti efektif," kata Ghofar saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Ghofar menuturkan menurut pendapat beberapa pakar, metode ini justru akan menimbulkan persoalan lain seperti terhalangnya polutan naik ke udara.
Menurut dia, efektivitas kabut air belum teruji secara pasti serta penggunaan air yang berlebihan di tengah situasi musim kemarau terbilang kurang bijak lantaran air masih menjadi kebutuhan.
Baca juga: DKI pasang 30 unit kabut air di kantor wali kota hingga rumah sakit
"Seharusnya pemerintah berfokus pada solusi pengurangan dari sumber polusi, bukan berfokus mengatasi masalah yang sudah ada dengan cara kurang efektif," tuturnya.
Terlebih, menurut dia, inisiatif penggunaan kabut air di gedung pemerintah dan kemudian akan diperluas ke gedung-gedung milik swasta perlu dikaji ulang.
Dia menyarankan agar pemerintah mengajak swasta untuk membangun bangunan ramah lingkungan (green building) untuk menekan polusi udara.
"Seharusnya pemerintah menjalin kemitraan dengan swasta untuk pengurangan sumber polusi dengan kebijakan lain seperti penerapan 'green building'," tuturnya.
Baca juga: Pemprov DKI mulai pasang kabut air di Balai Kota kurangi polusi udara
Dia menjelaskan, konsep ramah lingkungan ini, misalnya, melalui efisiensi energi, penerapan bekerja dari rumah (work from home/WFH) hingga pembatasan penggunaan kendaraan pribadi bagi karyawan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai membuat kabut air dari atap gedung menggunakan pompa bertekanan tinggi (water mist generator) di Gedung Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, sebagai upaya mengurangi dampak polusi udara.
Selain itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga memasang 30 unit alat kabut air menggunakan pompa bertekanan tinggi yang tempatkan di gedung-gedung kantor wali kota hingga rumah sakit.
Baca juga: Atasi polusi DKI, Pemerintah buka opsi semprot air dari gedung tinggi
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023