"Alat antropometri merupakan alat ukur dimensi, berat, volume pada tubuh manusia atau pertumbuhan tubuh bayi atau balita sebagai indikasi mengetahui asupan gizi pada anak. Hasilnya dari gerakan penimbangan serentak berhasil mendeteksi 3.157 kasus," ujarnya di Kudus, Kamis.
Ia mengungkapkan jumlah kasus yang berhasil dideteksi tersebut juga meningkat, dibandingkan temuan kasus selama Februari 2023 yang tercatat 2.917 kasus sehingga ada peningkatan dari 5,8 persen menjadi 6,1 persen.
Hal itu, kata dia, dimungkinkan karena penggunaan alat antropometri dengan hasil yang lebih akurat, ketimbang pada saat masih manual.
Baca juga: Menko PMK minta pemda pastikan ketersediaan alat USG dan antropometri
Baca juga: BKKBN: Akurasi pengukuran bayi butuh alat ukur dengan standar sama
Meskipun temuan kasusnya meningkat, maka Dinkes Kudus bisa segera melakukan intervensi, sehingga masih bisa dilakukan pengawasan dan pemberian nutrisi.
"Nantinya, petugas dari Puskemas yang akan melakukan intervensi selama tiga bulan. Misalkan, belum ada perkembangan maka dirujuk ke rumah sakit dan ditangani oleh dokter spesialis anak," ujarnya.
Ketika hasil pemeriksaan dokter di rumah sakit ditemukan adanya penyakit lain, maka akan dipisahkan dengan kasus tengkes yang disebabkan karena faktor kekurangan gizi. Sedangkan pengobatan akan ditangani dokter spesialis anak.
Nantinya, balita tengkes akibat kekurangan gizi bisa dilakukan intervensi melalui program pemberian makanan tambahan agar pemenuhan gizinya tercukupi.*
Baca juga: Kemenko PMK: Penyediaan antropometri salah satu upaya cegah stunting
Baca juga: Kemenkes kirim 10.000 alat USG ke puskesmas, cegah kematian ibu & bayi
Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023