Sinar Matahari mulai membangunkan gelap dari tidurnya, cahaya keemasan mulai menerobos kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, yang mempertontonkan betapa megahnya bentangan alam di kawasan tersebut.
Gunung Bromo dengan ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut (mdpl) yang mulanya bersembunyi di balik gelap malam, mulai terlihat samar. Tidak jauh berada di belakangnya, Gunung Semeru berdiri dengan gagah, seolah menjadi penjaga kawasan taman nasional itu.
Semburat cahaya Matahari dibalut warna merah jambu dan langit yang mulai membiru, menghangatkan kawasan taman nasional yang terletak di empat wilayah, yakni Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, dan Malang itu. Namun, keindahan itu sekaligus membuka luka yang baru saja dialami oleh kawasan Bromo.
Kebakaran hebat melanda salah satu kawasan tujuan wisata super prioritas di Indonesia itu sejak 6 September 2023. Rumah bagi flora dan fauna endemik di kawasan itu, porak poranda akibat kebakaran yang dipicu ulah pengunjung tidak bertanggung jawab.
Beberapa waktu sebelumnya kawasan tersebut sempat mengalami kebakaran, namun bisa segera ditangani oleh tim gabungan yang sudah disiagakan, mengingat saat ini Indonesia berada pada musim kemarau dan kondisi di wilayah tersebut sangat kering.
Kebakaran pertama kali terjadi di wilayah Bantengan, yang berada pada sekitar perbatasan resort Pengelolaan Taman Nasional (PTN wilayah Coban Trisula Kabupaten Malang dan PTN Ranupani Kabupaten Lumajang pada 29 Agustus 2023 kurang lebih pukul 23.00 WIB.
Kebakaran tersebut, menjalar hingga kawasan Savana Kaldera Tengger. Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) menutup sebagian akses wisata dari wilayah Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang sejak 1 September 2023.
Upaya pemadaman kemudian membuahkan hasil dan pengelola kawasan kembali membuka seluruh akses wisata pada 3 September 2023. Namun, pada hari yang sama, kembali terjadi kebakaran di kawasan milik Perum Perhutani dan berdampak pada view point Penanjakan.
Akses para wistawan Bromo kembali ditutup sebagian. Kali ini, penutupan dilakukan pada pintu masuk dari Kabupaten Pasuruan. Wisatawan masih bisa menikmati keindahan dan pesona Bromo yang saat itu masih menyembunyikan sedikit luka akibat kebakaran hutan dan lahan.
Langkah untuk menutup kawasan taman nasional tersebut, memang bukan hal yang mudah. Ratusan atau bahkan ribuan masyarakat di wilayah, Jawa Timur khususnya, menggantungkan nasib mereka dari keberadaan Gunung Bromo, yang menjadi pemikat sektor pariwisata.
Pada 5 September 2023, pukul 18.00 WIB Balai Besar TNBTS menyatakan bahwa peristiwa kebakaran hutan dan lahan telah padam dan situasi terkendali. Bromo kembali membuka diri untuk menyambut wisatawan.
Namun, keesokan harinya atau pada 6 September 2023, pukul 22.00 WIB, pengelola kawasan memutuskan untuk menutup seluruh akses wisata kawasan Bromo mulai dari Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Pasuruan.
Saat itu, akses masyarakat yang melintas sebagian kawasan taman nasional masih dibuka, termasuk sejumlah titik-titik wisata sekitar. Namun, pada 10 September 2023, penutupan dilakukan pada seluruh pintu masuk, akibat kebakaran meluas.
Bromo yang sebelumnya menguatkan diri akibat sedikit luka pada sejumlah titik kebakaran hutan dan lahan, kini tak berdaya dan harus jatuh dalam pelukan kobaran api yang tidak terkendali. Proses pemadaman memerlukan waktu panjang dan mengerahkan ratusan personel.
Bahkan, operasi water bombing menggunakan helikopter dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang sebelumnya dikerahkan untuk memadamkan api di Gunung Arjuno, pada akhirnya turut membantu proses pemadaman api di kawasan Gunung Bromo.
Kebakaran yang salah satunya disebabkan ulah pengunjung menyalakan flare atau suar untuk sesi foto pranikah itu meluas dan pada akhirnya menghanguskan 504 hektare area dari total luas kawasan yang mencapai 50.276,3 hektare. Angka itu terlihat kecil, namun menyakitkan.
Butuh waktu untuk pulih
Area terdampak kebakaran hutan dan lahan di kawasan Gunung Bromo, mayoritas sebelumnya merupakan wilayah savana atau padang rumput yang juga ditumbuhi semak, dan terlihat hijau saat musim hujan.
Keindahan savana di kawasan Gunung Bromo tersebut, memang seolah memberikan pengalaman sungguh berbeda. Kawasan savana yang dikelilingi bukit tersebut, mengingatkan latar belakang salah satu film anak-anak asal Inggris pada tahun 1997, Teletubbies.
Rumah bagi Tinky-Winky, Dipsy, Laa Laa dan Poo untuk bermain tersebut digambarkan berupa area hijau yang indah. Keindahan Teletubbyland itu, mirip dengan Blok Savana Lembah Watangan, di kawasan Bromo, atau kini lebih dikenal dengan sebutan Bukit Teletubbies.
Bukit Teletubbies memang tidak selamanya terlihat hijau seperti pada tayangan Teletubbies. Saat terik matahari pada musim kemarau menyengat kawasan itu, daun-daun dan rerumputan yang hijau kemudian menguning dan kering.
Meskipun menguning dan kering, Savana Bromo tetap memiliki pesona yang tetap memikat hati para wisatawan. Mungkin, saat kemarau, Savana Bromo bisa dikatakan terlihat seperti padang rumput di Afrika, namun dikelilingi area perbukitan yang seolah seperti tembok raksasa.
Saat ini, Bukit Teletubbies yang dalam waktu tertentu berubah menjadi padang rumput Afrika tersebut, terlihat hitam dan menyisakan abu pascakebakaran hebat di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Pemandangan tersebut kontras dan mengaduk-aduk hati. Kawasan yang sebelumnya terlihat indah dengan sejuta pesona yang dimiliki, hangus terbakar dan menyisakan bercak luka yang dalam. Bromo harus memulihkan diri.
Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru mencatat bahwa kawasan tersebut merupakan tempat tinggal bagi berbagai jenis tanaman, seperti rumput, perdu dan semak-semak, termasuk bunga abadi Edelweiss, yang memiliki nama latin Anaphalis Javanica.
Bunga abadi, yang berada di area-area lereng perbukitan area terdampak kebakaran hutan dan lahan tersebut, hanya tersisa arang dan abu. Meskipun kondisi pascakebakaran cukup mengoyak hati, pemulihan kawasan diharapkan bisa berjalan cepat.
Selain rumah bagi vegetasi endemik, kawasan taman nasional tersebut juga merupakan tempat tinggal bagi sejumlah fauna. Fauna terdampak mayoritas binatang-binatang kecil yang memiliki peran penting pada rantai ekosistem kawasan.
Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar TNBTS Septi Eka Wardhani pada pekan lalu menyatakan bahwa dengan mayoritas area yang terbakar adalah savana, tidak membutuhkan waktu yang lama agar kawasan itu kembali pulih.
Area terdampak kebakaran pada 29 Agustus 2023, saat ini sudah mulai bermunculan tunas-tunas rumput baru dan mulai menghijau. Namun, untuk tanaman lain, seperti pohon cemara atau akasia, membutuhkan waktu lebih panjang.
Untuk pepohonan yang terdampak kebakaran hutan dan lahan, harus dilakukan penanaman kembali. Untuk kembali pada kondisi optimal, diperlukan waktu kurang lebih hingga empat tahun sejak proses tanam awal.
Sementara untuk fauna, jika nantinya hamparan padang rumput tersebut kembali hijau, diperkirakan satwa-satwa itu akan kembali, mengingat selama proses pemadaman api tidak ditemukan satwa yang terdampak sangat besar.
Memang idealnya, Bromo memerlukan waktu 3-4 bulan untuk memulihkan diri secara penuh. Hanya saja, Bromo bukan sekadar kawasan yang memiliki keindahan alam, melainkan juga sebagai pengungkit dan penopang perekonomian masyarakat setempat.
Ketergantungan masyarakat
Kawasan Gunung Bromo, pada 2022 dikunjungi 318.919 wisatawan dari dalam dan luar negeri. Pesona Gunung Bromo, bukan hanya dikenal di Indonesia, namun juga di seluruh dunia. Dari total pengunjung tersebut, 8.501 orang merupakan wisatawan asing.
Selain itu, dari total jumlah kunjungan wisatawan ke Gunung Bromo pada 2022, ada Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp11,65 miliar. Dibandingkan tahun 2021 saat pandemi COVID-19 masih dalam penanganan pemerintah, PNBP tercatat sebesar Rp4,85 miliar.
Tingginya kunjungan wisatawan tersebut memiliki dampak yang cukup besar terhadap perekonomian masyarakat setempat, mulai dari pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) hingga sektor perhotelan di berbagai wilayah sekitar Bromo.
Pelaku-pelaku jasa wisata, mulai dari tingkatan kecil hingga sedang, yang menggantungkan hidup dari keberadaan Gunung Bromo, terpukul dengan adanya peristiwa kebakaran hutan dan lahan, mengingat tidak ada lagi kunjungan wisatawan selama proses pemadaman api.
Selama terjadi kebakaran hutan dan lahan, tidak ada lagi aktivitas kendaraan jip yang lalu lalang di dalam dan sekitar kawasan. Pemilik-pemilik usaha penginapan, juga harus meredup sementara akibat tidak ada kunjungan wisatawan.
Warung-warung kopi kecil, penyedia jasa berkuda, dan lainnya, hanya bisa terdiam akibat peristiwa kebakaran hutan dan lahan tersebut. Ketergantungan masyarakat setempat dengan Bromo, bukan sekadar area yang dekat dengan tempat tinggal, tapi juga sumber penghidupan.
Kini kebakaran hutan dan lahan itu telah padam. Balai Besar TNBTS tengah melakukan evaluasi untuk kembali membuka objek wisata tersebut. Pembukaan kawasan wisata itu diharapkan bisa berjalan beriringan dengan masa pemulihan Bromo dari luka bakar.
Jika dalam waktu dekat aktivitas wisata di kawasan taman nasional itu kembali dibuka, Bromo, jika bisa berbicara, tentu memiliki sedikit harapan. Harapannya agar pengunjung lebih peduli dengan kelestarian dan turut menjaga alam, dengan tidak menyalakan api secara serampangan.
Luka yang dialami Bromo saat ini memang menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak dan masyarakat, untuk bijak dalam melaksanakan aktivitas dengan tetap menjaga ekosistem agar terhindar dari kebakaran hutan dan lahan.
Bromo sudah tidak sabar untuk kembali memeluk wisatawan yang sangat dirindukan. Dengan kondisi terluka, mari kita memberi sedikit waktu bagi Bromo untuk memulihkan diri, agar kemudian bisa kembali berjalan bersama untuk alam yang lestari dan berputarnya roda perekonomian.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023