Denpasar (ANTARA News) - Bali tiada hari tanpa alunan musik gamelan melengkapi kegiatan ritual yang digelar masyarakat Pulau Dewata maupun mengiringi kelincahan dan olah tubuh sang penari.Tari merupakan seni yang dipersembahkan kepada Sang Pencipta.
Musik dan tari ritual itu yang membuat Bali mampu memberikan daya tarik sekaligus kesejukan kepada setiap masyarakat, termasuk wisatawan dalam menikmati liburan ke Bali.
Adat, budaya dan agama di Bali menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi dan memberikan makna dalam tata keagamaan masyarakat Hindu di Pulau Dewata, tutur dosen Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Dr I Wayan Suarjaya, M.Si.
Mantan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama itu menjelaskan, aktivitas keagamaan secara umum yang nampak hanya budayanya.
Namun, ia menilai, pada kenyataannya seperti kegiatan ritual "piodalan" di Pura, misalnya yang pertama dilihat adalah budaya berupa, seni karawitan, seni tari, seni kidung dan rangkaian janur (banten).
Seni budaya selalu mengiringi kegiatan keagamaan baik dalam bentuk "Panca Yadnya", yang dikemukakannya, maupu aktivitas keagamaan lainnya. Seni tari merupakan aktivitas masyarakat yang menunjang kegiatan keagamaan dan budaya masyarakat.
Seni pada awalnya tumbuh sebagai kreativitas yang dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sanghyang Widhi sebagai wujud bhakti. Seni tari merupakan bagian dari hasil kreativitas budaya yang dijiwai oleh nilai-nilai agama.
Seni sakral merupakan karya seni yang berkaitan dengn aktivitas keagamaan yang mempunyai nilai filosofis tinggi, yakni suatu kekuatan magis religius yang berkaitan dengan upacara keagamaan, tutur pria kelahiran Tabanan 3 Mei 1952 atau 61 tahun yang silam.
Oleh sebab itu, ia menyatakan, seni sakral hanya dipentaskan pada waktu tertentu, yaitu hari-hari yang ada hubungannya dengan upacara keagamaan.
Tari merupakan seni yang dipersembahkan kepada Sang Pencipta, sebagai penghormatan tertinggi kepada Tuhan.
Selain itu, tari juga estetika budaya yang dibingkai oleh religiusitas Hinduisme sehingga tetap menarik untuk dinikmati dan dikunjungi oleh wisatawan mancanegara.
Dengan demikian, agama dan kehidupan adat istiadat di Bali secara tidak langsung dapat menumbuhkan perasaan seni yang sangat mendalam pada masyarakat, terutama dalam bidang seni gamelan, seni tari, seni lukis, seni pahat dan seni hias.
Kesenian apa pun, menurut Suarjaya, bentuknya pada dasarnya merupakan hasil altivitas budaya dalam wujud ekspresi dan kreativitas seniman. Seni merupakan hasil olah rasa, cipta dan karsa seniman, kesenian tidak akan bisa dilepaskan dari ikatan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Kaitan ritual
Suarjaya, alumnus program master dan doktoral di Universitas Indonesia (UI), mengungkapkan bahwa berbagai jenis kesenian hasil kreativitas masyarakat Bali yang diwarisi secara turun temurun umumnya mempunyai kaitan erat dengan kegiatan ritual keagamaan yang dianut masyarakat setempat.
Oleh sebab itu, ia menyatakan seni, khusus tabuh dan tari, banyak dikaitkan dengan pemujaan maupun kegiatan adat dan ritual keagamaan.
Masyarakat yang menggelar upacara Dewa Yadnya misalnya, sering kali mengiringinya dengan menentaskan tari pendet, rejang, baris dan sejenisnya.
Sedangkan, dikemukakannya, upacara ngeruwat (melukat) biasa dipentaskan wayang sapuleger, maupun wayang lemah. Oleh karena itu, banyak hasil kreativitas kesenian yang ditujukan untuk suatu pemujaan tertentu, atau sebagai pelengkap dari pemujaan tersebut.
Bali sebagai daerah tujuan wisata internasional juga berkembang seni pertunjukkan yang sifatnya memberikan hiburan atau menghibur masyarakat dan pelancong melalui kebebasan berekspresi.
Kesenian, dinilainya, adalah sebuah ekspresi yang memancarkan naluri seseorang dalam menggelutinya, sehingga menimbulkan rasa estetis, baik bagi pencipta, pelaku, maupun penikmatannya.
Ia mengemukakan pula kesenian pada dasarnya berfungsi untuk menghaluskan jiwa, sekaligus untuk kepentingan adat, budaya dan agama (peristiwa multidimensional).
Semua itu bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai budaya tradisi Bali, terutama nilai-nilai estetika melalui berbagai sajian kesenian dalam bentuk aktivitas keagamaan dan budaya di Pulau Dewata.
Masyarakat Bali mewarisi aneka ragam jenis kesenian, mulai seni yang bersipat profane hingga seni yang bersifat sakral. Tari profan atau bukan sakral bisa disewa. Berfungsi sebagai hiburan atau pendukung dari suatu acara tertentu.
Tidak mesti menggunakan peralatan atau perlengkapan tertentu yang bersifat sakral, menurut dia, karena kesenian Bali digolongkan menjadi tiga, yakni seni wali, bebali dan balih- sundaram (keindahan).
Sedangkan seni sakral tidak dapat digunakan sembarangan kesakralan sebuah tarian dalam kegiatan keagamaan, ada beberapa ketentuan dalam menjadikan tarian tersebut menjadi sakral.
Pertama, dari segi upacara keagamaan, artinya setiap kegiatan mulai dari memilih bahan seperti kayu untuk topeng (tapel) harus memilih hari yang baik dan upacara yang patut.
Kedua, dari segi penarinya, ada sebuah tarian harus dipentaskan atau dilakukan oleh orang yang dianggap masih suci artinya orang yang belum pernah kawin (deha), dan ketiga menyangkut hari pementasannya memilih hal dewasa yang baik.
Tari sakral, Suarjaya, adalah tari yang dipersembahkan kehadapan Ida Betara atau Hyang Kuasa dengan ritual tertentu pada hari tertentu untuk aktivitas keagamaan dan budaya, sehingga upacara bisa berhasil dengan sempurna (Sidha Karya).
Dengan demikian para Dewa berkenan memberi berkah berupa kesejahteraan jasmani dan rohani atau skala dan niskala, misalnya barong yang ada di pura diberi persembahan puja wali (ritual) dan disolahkan atau ditarikan pada saat Piodalan atau karya tertentu adalah suatu hal yang sakral.
Kesakralan, dinilainya, akan terkait dengan sebuah ritual tertentu. Sakral atau tidaknya suatu tarian atau pertunjukkan seni dapat diukur dari beberapa kategori umum seperti tari sakral tidak pernah diupah atau disewa untuk suatu pertunjukan hiburan atau komersial.
Hal itu, ditambahkannya, juga berfungsi sebagai pelaksana atau pemuput karya, membawa atau menggunakan suatu perlengkapan atau peralatan yang khas.
Orang yang akan menari adalah orang pilihan. Baik itu secara skala melalui pilihan dan persetujuan dari masyarakat pendukung, demikian Wayan Suarjaya.
Oleh I Ketut Sutika
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2013