Jakarta (ANTARA News) - Peneliti Pusat Kajian Strategis and Studi Internasional (CSIS) Rizal Sukma mengatakan forum regional ASEAN (ARF) yang melibatkan Korea Selatan dan Korea Utara masih sulit untuk mewujudkan penyelesaian konflik antara kedua negara tersebut.Korut memandang Indonesia sebagai hubungan penting dan tidak banyak negara seperti itu. Kita bisa memanfaatkan hubungan ini dengan Korea Selatan, dan ini dapat digunakan untuk jadikan peran kita lebih 'berguna'."
"Saya kira itu masih sulit, karena krisis di Semenanjung (antara Korsel dan Korut) dipengaruhi oleh kekuatan besar di antara mereka seperti Amerika Serikat, China, dan juga Jepang," kata Rizal Sukma di sela seminar perayaan hubungan diplomatik ke-40 Indonesia-Korea Selatan di Jakarta, Kamis.
Meskipun demikian, peran ARF tidak dapat diremehkan, mengingat pertemuan itu dapat memberikan kemajuan penyelesaian bagi permasalahan di kawasan dan global.
"Forum ini hanya `sideline`, memang tidak punya kapasitas untuk masalah itu (krisis semenanjung Korea), apalagi jika persoalkan masalah nuklir, namun ARF dapat memberikan tempat, dimana kedua negara dapat bertemu," katanya.
Satu hal lagi, yang menurut Rizal membuat penyelesaian krisis Semenanjung Korea begitu sulit adalah pengamatannya bahwa provokasi penggunaan senjata nuklir oleh Korut sengaja dilakukan untuk melanggengkan rezim pemimpin muda Korut, Kim Jong-Un.
"Isu nuklir ini digunakan untuk mengamankan rezim yang ada di Pyongyang," katanya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Indonesia Yuri O Thamrin mengatakan Indonesia sebagai anggota ASEAN dapat menjembatani komunikasi antara dua negara Korea, karena hubungan baik terhadap masing-masing negara.
"Korut memandang Indonesia sebagai hubungan penting dan tidak banyak negara seperti itu. Kita bisa memanfaatkan hubungan ini dengan Korea Selatan, dan ini dapat digunakan untuk jadikan peran kita lebih `berguna," ujar Yuri.
ARF yang menjadi pertemuan rutin tahunan delegasi anggota ASEAN diharapkan berbagai kalangan dapat mencapai kemajuan terkait solusi damai di semenanjung Korea.
Ketegangan semenanjung Korea bereskalasi sejak uji coba nuklir ketiga Korea Utara pada Februari 2013 lalu yang memicu sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa kepada negara pimpinan Kim Jong-Un itu.Ketegangan juga semakin memanas, ketika Amerika Serikat dan Korsel menggelar latihan militer bersama, yang ditanggapi Korut sebagai ancaman perang.
Korut juga menolak perundingan dengan Korsel terkait masalah penutupan kawasan industri bersama, Kaesong, dan beberapa kali mengecam keras keterlibatan Amerika Serikat dalam kegiatan militer Korea Selatan.(I029/M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013