Nelayan dilarang dekati Gunung Anak Krakatau

22 Mei 2013 14:29 WIB
Nelayan dilarang dekati Gunung Anak Krakatau
Petugas memarkir kapal pengangkut wisatawan di kaki Gunung Anak Krakatau, di Selat Sunda, Sabtu (8/9). Letusan yang terjadi pekan lalu justru makin mengundang rasa penasaran para wisatawan baik luar juga domestik untuk berkunjung dengan menyewa perahu seharga Rp3 juta - Rp 4 juta dari Banten dengan waktu tempuh 3 jam. (FOTO ANTARA/Asep Fathulrahman)

...umumnya gempa dangkal...

Bandarlampung (ANTARA News)- Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau di Desa Hargopancuran Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, menyebutkan aktivitas gunung api aktif di Selat Sunda itu masih tetap normal dalam dua bulan terakhir, namun nelayan dan wisatawan tetap dilarang mendekat dalam radius 1-2 km dari gunung tersebut.

"Meski dalam dua bulan terakhir gempa vulkaniknya tercatat rata-rata 50, dan umumnya gempa dangkal, namun statusnya belum diubah. Dengan demikian, larangan mendekat dalam radius 1-2 km dari gunung tersebut tetap diberlakukan," kata Kepala Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau (GAK) di Desa Hargopancuran, Andi Suardi, saat dihubungi dari Bandarlampung, Rabu.

Ia menyebutkan kegempaan GAK kadang 13, 18 atau di bawah 100. Meski demikian, pemantauan tidak boleh diabaikan sehubungan statusnya yang sulit diprediksi.

"Kemarin tercatat 112 gempa vulkanik dangkal. Selain itu, juga terlihat asap setinggi 50-100 meter, mungkin terkena hujan saat permukaan gunung tersebut panas," katanya lagi.

Ia kembali menegaskan, meski kegempaan gunung api itu cenderung turun, namun kondisi Gunung Anak Krakatau sulit diprediksi.

"Sehubungan itu, para nelayan, agen perjalanan dan wisatawan diminta untuk tetap mematuhi larangan mendekat ke gunung api aktif di Selat Sunda itu," katanya.
(H009)


Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013