Indonesia diminta manfaatkan frekuensi 700 MHz

23 Mei 2013 20:54 WIB
Indonesia diminta manfaatkan frekuensi 700 MHz
Perwakilan International Telecommunication Union (ITU) untuk Pengembangan Digital, Suvi Linden (kanan), didampingi Direktur Senior Kebijakan Spektrum GSMA Asia Pacific, Chris Perera (tengah), dan Penasehat Kebijakan Spektrum GSMA Asia Pacific, Joe Guan (kiri) dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis. (ANTARA News/Imam Santoso)
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia diminta memanfaatkan frekuensi 700 MHz untuk layanan seluler sebelum 2015, demikian disampaikan perwakilan International Telecommunication Union (ITU) untuk Pengembangan Digital, Suvi Linden.

"Kami ingin menyampaikan proses harmonisasi frekuensi 700 MHz akan membuka akses untuk warga miskin di daerah pedesaan yang belum terjangkau peralatan seluler," kata Linden dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.

Linden bersama Asosiasi GSM (GSMA) mengatakan Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, memang berkomitmen untuk menggunakan frekuensi 700 MHz untuk teknologi seluler setelah 2018.

"Tapi ada kendala yaitu penyelenggara siaran televisi analog tidak ingin pindah sesegera mungkin. Selain kementerian lain dan pemerintah secara luas perlu dijelaskan arti penting harmonisasi frekuensi itu untuk ekonomi Indonesia," kata Direktur Senior GSMA, Chris Perera.

Perera mengatakan frekuensi 700 MHz di Indonesia belum diharmonisasikan untuk teknologi digital dan masih dipakai penyelenggara penyiaran televisi analog.

Harmonisasi frekuensi itu, sebut Perera, yaitu pemanfaatan frekuensi dari 698 MHz hingga 806 MHz di wilayah Asia Pasifik.

"(Padahal) frekuensi itu sudah diharmonisasikan setelah proses digital dividend yaitu perpindahan televisi analog ke televisi digital yang membutuhkan kanal lebih kecil," kata Perera.

Keuntungan yang diperoleh jika memanfaatkan frekuensi itu yaitu mengurangi gangguan sinyal di daerah-daerah yang berbatasan dengan negara lain, menghemat biaya peralatan karena spesifikasi teknis peralatan yang dipakai sama dengan negara lain di kawasan, serta membuka potensi bisnis baru dan lapangan pekerjaan baru.

Perera menambahkan frekuensi yang rendah seperti 700 MHz juga mampu menjangkau area lebih luas karena membutuhkan lebih sedikit menara pemancar dan menembus gedung-gedung di daerah perkotaan.

"Anda bisa membuka teknologi long term evolution (LTE) atau 4G di frekuensi 2,5 atau 2,6 GHz. Tapi, itu akan lebih mahal dibanding dilakukan di frekuensi 700 MHz selain kemampuan frekuensi itu untuk menjangkau ke wilayah perbatasan," kata Linden. 

Pewarta: Imam Santoso
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013