"Hampir semua petani di Lebak sudah melaksanakan penerapan teknologi SRI," kata Kepala Bidang Sarana Dinas Pertanian, Kabupaten Lebak Rahmat Yuniar di Rangkasbitung, Sabtu.
Penerapan metode teknologi SRI bisa menghasilkan produksi dua kali lipat per hektare, sehingga menguntungkan bagi petani.
Selama ini produksi hasil teknologi SRI mencapai 9,2 sampai 10 ton gabah kering pungut (GKP) per hektare, sedangkan sawah konvensional hanya 5,6 ton GKP per hektare.
Ia menyebutkan, penerapan teknologi SRI hampir di seluruh Kabupaten Lebak, seperti petani Kecamatan Sobang, Panggarangan, Cipanas, Muncang, Leuwidamar, Bayah, Wanasalam, Malingping, Warunggunung dan Cibeber.
Teknologi SRI tidak dibatasi benih varietas apa pun. Mereka bisa menggunakan benih padi varietas Ciherang atau IR 64.
Akan tetapi, mereka petani harus mengembangkan penerapan metode SRI.
Keunggulan teknologi SRI itu bisa menghemat air hingga 40-50% karena padi tidak perlu digenangi air secara terus menerus.
Selanjutnya, sistem ini hanya membutuhkan benih padi antara 5-7 kg per hektare, sedangkan sistem non SRI membutuhkan 60-70 kg per hektare.
Keunggulan lainnya, kata Rahmat, penerapan SRI lebih hemat dan bibit dapat ditanam selama 5-12 hari setelah disemai, sementara sistem konvensional menunggu 25-30 hari setelah semai.
"Penerapan SRI sangat menguntungkan karena musim panen lebih awal 10-15 hari dibanding konvensional terhitung masa persemaian," katanya.
Di tempat terpisah, sejumlah petani di Kecamatan Muncang Kabupaten Lebak mengaku mereka lega produksi panen hasil penerapan SRI rata-rata 10 ton GKP per hektare.
"Dengan produksi 10 ton GKP diperkirakan kami mendapat keuntungan sekitar Rp25 juta per hektare," kata Ahmad, seorang petani di Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak.
Pewarta: Mansyur
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013